Rabu, 07 Oktober 2009

PENDIDIKAN; mencetak kuli atau khalifah ?

Achmad Marzoeki *)
Dalam surat Al Baqarah ayat 30 secara gamblang dinyatakan bahwa AllahSWT menciptakan manusia (Adam)adalah untuk menjadi pengelola bumi beserta seluruh isinya (khalifatullah fil ardh). Kewenangan manusiayang diberikan Allah SWT tersebut semakin ditegaskan lagi dalam suratAr Rahman ayat 33, “Hai sekalian jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamutidak dapat menembusnya melaikan dengan kekuatan.” Sungguh demikianbesar kewenangan sekaligus amanah yang diberikan Allah SWT kepadakita, umat manusia. Amanah yang demikian mulia tersebut kini mengalami penurunan yang demikian drastis di kalangan umat Islam Indonesia, baik disengaja atau tidak. Banyak orang tua terjebak mencukupkan diri mendidik anaknya sebatas menjadi kuli ! Sehingga lembaga-lembaga pendidikan formaldengan embel-embel “lulusannya langsung ditempatkan” atau minimal“lulusannya siap kerja” menjadi prioritas pilihan orang tua bagi tempat pendidikan anak-anaknya. Orang-orang tua – dan akhirnya juga anak-anaknya – lebih bangga menjadi pegawai, apalagi di instansi pemerintah atau perusahaan yang bonafid. Padahal pegawai, karyawan,pekerja, buruh, kuli status sosialnya sama saja, orang bayaran yang kedudukannya sangat tergantung pada yang membayarnya. Yang membedakan hanyalah bidang pekerjaannya. Sedikit sekali orang tua yang dengan sadar mendidik anaknya untuk menjadi wirausaha, mengembangkan kreasi membuka usaha sendiri. Kebiasaan yang kemudian berkembang ketika saling bertegur sapa adalah, “Sekarang kerja di mana ?” Sangat jarang kita mendengar teguran, “Membuka usaha apa sekarang ?” atau yang lebihnetral, “Apa kegiatannya sekarang ?”Lingkaran Setan Mentalitas kuli, bisa jadi merupakan warisan penjajahan yang demikian lama bercokol di tanah air kita dan demikian sulit untuk dihilangkan. Kalimat “menjadi tuan di negeri sendiri” yang telah dicoba dilekatkan terhadap berbagai karya anak negeri ini, banyak yang terhenti sebatasslogan, selanjutnya terpinggirkan dan kalah bersaing dengan beragam karya negara lain yang membanjiri pasar. Coba saja periksa di rumah kita masing-masing, bisa jadi lebih banyak barang dengan label “made in Cina” dibanding “made in Indonesia”. Mentalitas kuli membuat paraorang tua ketika memikirkan pendidikan anaknya, yang terpikir adalah bagaimana menjadikannya “kuli terbaik” bagi majikan yang bonafid. Kemiskinan dan ketakutan kalau harus hidup miskin, meski hidup di negara dengan sumber daya alam yang melimpah, merupakan faktor berikutnya yang mendorong para orang tua berpikir dangkal dan demikian pragmatis terhadap pendidikan anaknya. Keluhan “pendidikan mahal”acapkali kita dengar, karena yang dimaksud adalah biaya untuk mengikuti kegiatan pendidikan di lembaga pendidikan formal. Sehingga para orang tua juga seringkali tidak bisa mendefinisikan substansikewajibannya, mendidik anaknya atau “hanya” menyediakan biaya pendidikan (formal) bagi anaknya. Akibatnya banyak orang tua yang beralasan “demi pendidikan anaknya” malah melalaikan kewajiban “mendidik anaknya”. Kalau kita perhatikan para tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, baik laki-laki maupun perempuan, tidak sedikit yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Siapa yang mendidik anaknya ketika ditinggal ke luar negeri selama beberapa tahun ? Benarkah peningkatan penghasilan mereka, karena bekerja di luar negeri membuat pendidikan anaknya menjadi lebih baik ? Tidak sedikit pula pasutri(pasangan suami istri), dengan alasan yang hampir sama, kemudian bekerja di kota-kota besar tapi menitipkan anak kepada orang tuanya dikampung halaman. Sekolah terus kerja (kantoran). Akhirnya begitu singkat dan linier pemahaman tentang pendidikan, baik di benak orang tua maupunanak-anaknya. Karena itu tidak perlu heran kalau kita kebetulan membaca sebuah pesan iklan “matematika + bahasa Inggris = sukses”.Hasil dari pemahaman pendidikan seperti itu bisa kita lihat danrasakan sekarang. Secara fisik, di Indonesia pembangunan memang sudahdemikian pesat. Namun dari sisi sistem sesungguhnya belum banyak yang berubah. Meski pemberantasan korupsi konon sudah gencar dilakukan sehingga menjadi rebutan klaim berbagai pihak dalam kampanye pemilu legislatif maupun pilpres, kenyataannya masih sering kita dapati pungutan tidak resmi setiap kali mengurus berbagai macam perijinan. Secara umum dalam kehidupan bernegara kita masih lebih banyak menonjolkan figur daripada membangun sistem kenegaraan yang efektif. Mentalitas kuli, kemiskinan, orientasi pendidikan yang keliru dan rendahnya kualitas sumber daya manusia, menjadi bagian dari lingkaran setan yang harus dipotong, betapapun sulitnya. Ketika perut lapar,wajar tidak bisa diajak memikirkan sesuatu selain bagaimanamendapatkan makanan. Namun ketika perut sudah kenyang, apakah juga tetap hanya bisa memikirkan cara mendapatkan makanan saja ? Ketika lapangan kerja sangat terbatas, merasa cukup dengan bisa bekerja menjadi kuli adalah wajar. Tapi kalau seumur hidup puas hanya menjadikuli tanpa ada pemikiran dan upaya mengubah status menjadi majikan jelas sesuatu yang memprihatinkan. Merujuk pada piramida kebutuhan Maslow, maka manusia yang normal tidak hanya puas dengan terpenuhinya kebutuhan fisik (pangan, sandang dan papan) semata yang merupakan kebutuhan terendah. Normalnya setiap manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi sehingga akhirnya bisa berakutalisasidiri. Meminjam ungkapan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a., “Barangsiapa yang hanya memikirkan isi perutnya maka harga dirinya tidak lebih dari apa yang keluar dari perutnya”. Reorientasi pendidikan adalah salah satu langkah yang harus dilakukan. Karena orientasi pendidikan yang keliru membuat seseorang tidak termotivasi untuk memenuhi kebutuhan tingkatan berikutnya. Jika dikaitkan dengan praktek kehidupan beragama, fenomena ini bisamenjelaskan mengapa setiap hari Jum’at, setiap bulan Ramadhan sampai Syawal, demikian banyak pengemis yang meminta sedekah. Padahal secara fisik mereka sehat-sehat saja, terbukti mampu berjalan kaki menempuh perjalanan yang cukup jauh. Mentalnyalah yang sakit, lebih merasa memiliki hak atas sebagian rezeki orang lain ketimbang merasa memilikikewajiban mencari rezeki sendiri yang halal dengan cara yang lebih bermartabat. Dalam skala yang lebih luas, kondisi ini menjelaskan mengapa perekonomian Indonesia kini tertinggal oleh banyak negara lain, termasuk negara tetangga Malaysia yang dulu justru banyak belajar ke Indonesia. Terlalu dominan orang yang lebih mengedepankan kenyamanan ketimbang mencoba memanfaatkan peluang. Akibatnya sektor riil bergerak lamban, karena mayoritas orang lebih suka menabung, membeli saham atau mendepositokan dana yang dimiliki ketimbang menggunakannya untuk modal membuka usaha.Membangun Kecerdasan “Didiklah anakmu, karena dia akan hidup di suatu masa yang bukan masamu,” begitu pesan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. Pesan yang sederhana tapi cukup bermakna. Kenyataannya kesadaran bahwa tantangan dan persoalan masa depan akan jauh berbeda dengan sekarang seringkali kurang dimiliki para orang tua sehingga kemudian mereka cenderungmendikte anak-anaknya. Menjadikan anak-anaknya sebagai fotokopi dirinya. Akibatnya banyak anak-anak yang kemudian menjadi korban obsesi orang tuanya, gagal mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Padahal tidak semua anak dokter berpotensi menjadi dokter, anak seniman tidak selalu berbakat menjadi seniman pula. Proses pendidikanlah yang seharusnya menggali dan merumuskan bakat anak-anak tersebut dan bagaimana kemudian mengembangkannya. Pendidikan seharusnya mampu membangun kecerdasan manusia. Dahulukecerdasan hanya dilekatkan pada otak atau pikiran, sehingga kita hanya mengenal IQ (Intelegence Quotient) atau tingkat kecerdasan (pikiran). Sekarang banyak pakar pengembangan sumber daya manusia yang kemudian mengedepankan teori kecerdasan emosi, kecerdasan emosional-spiritual, kecerdasan sosial dan lain sebagainya. Kecerdasan-kecerdasan seperti ini sepertinya susah diharapkan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan lembaga pendidikan formal. Sehingga seharusnya pendidikan formal memang ditempatkan sebagai pendamping, karena ilmu pengetahuan hakekatnya adalah formulasi dari pengalaman masa lalu yang suatu saat bisa digugurkan formula baru yang lebih mutakhir. Keluargalah yang semestinya menjadi basis pendidikan untuk membangun kecerdasan. Kondisi sekarang terbalik, pendidikan formal menjadi tumpuan segalanya. Sementara pendidikan dalam keluarga kurang begitu diperhatikan, jika tidak bisa dikatakan terabaikan. Sangat sedikit orang tua yang merasa perlu membekali diri dengan kemampuan mendidik anak dan sepenuhnya menyerahkan pendidikan anaknya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal. Apalagi sekarang sudah banyak berkembang lembaga-lembaga pendidikan terpadu, dari Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) sampai ke boarding shool di tingkat sekolah lanjutan, di mana murid-muridnyadiasramakan. Praktis lebih banyak waktu anak-anak yang dihabiskan di lingkungan lembaga pendidikan formal ketimbang lingkungan keluarganya.Secara akademis, perkembangan anak-anak bisa jadi semakin baik, namun tidak ada yang bisa menjamin perkembangan emosional dan empati sosialnya menjadi lebih baik. Ketidakseimbangan perkembangan akademis dengan emosional dan empati sosial ini pada akhirnya hanya melahirkan “kuli-kuli” baru. Karena yang tertanam dalam diri mereka adalah bagaimana menguasai pengetahuan dan teknologi agar kelak bisa menjadi “kuli” di lembaga-lembaga yang bonafid. Masih sulit untuk berharap lahirnya generasi yang bermental khalifah yang memiliki jiwa kepemimpinan dan kepekaan terhadap persoalan lingkungan sekitarnya danberusaha ikut menemukan solusinya. Wallahu a’lam.*) Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Pucuk Pimpinan GerakanPemuda Islam Indonesia (PP-GPII) dan anggota Jaringan Intelektual MudaMuhammadiyah (JIMM), saat ini tengah mengikuti Program S2 ManajemenPembangunan Daerah Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi – LembagaAdministrasi Negara (STIA-LAN) Jakarta.

AKIBAT DARI SIFAT SERAKAH

AKIBAT DARI SIFAT SERAKAH

Sulton Nasir

Dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpim oleh seorang raja yang sangat bijaksana dan kerajaan itu sangat kaya dan kehidupan rakyatnya pun sangat makmur.Meski demikian masih ada kekurangan dari raja itu.Sang raja belum memiliki anak yang suatu hari akan mewarisi singgah sana sebagai raja.Karena keinginan raja memiliki anak si raja harus menikah empat kali bersama permaisyuri cantik.Singkat cerita sang raja pun di anugerahi anak kembar dari pernikahan istri yang keempat.begitu bahagianya sang raja atas anugerah yang di dapatkannya dengan serta merta di bawalah anak sang raja dan di pamerkan dihadapan rakyatnya bahwa sang raja sekarang sudah punya anak sebagai penerus kerajaan.kebahagiaan si raja dirayakan dengan sebuah pesta yang sangat meriah.Sang buah hati di beri nama sholeh dan si rabah maka dididiklah ke dua buah hatinya dalam sebuah kerajaan dengan penuh kasih sayang.lambat tahun anak raja beranjak besar.
Tapi sungguh disayang anak raja mempunyai watak yang bertolak belakang.si sholeh adalah anak yang taat beribadah dan sedangkan si rabah anak yang sangat nakal sekali.tidak terasa si Sholeh dan Si Rabah sudah mulai beranjak dewasa.Makin bertambahnya usia si raja mulai tua. Karna kenakalan si rabah raja selalu memikirkan si rabah hingga tutup usia.Kerajaan pun harus diwariskan kepada anak-anaknya tapi dasar rabah anak yang serakah dia ingin menguasai semua harta kekayaan kerajaan.maka di usirlah si sholeh dari kerajaan.karna sholeh anak yang taat beribadah dan tidak suka adanya pertengkaran sesama saudara maka si sholeh mengalah untuk pergi dan hanya membawa pancing yang dia miliki.selama hidup dikerajaan dan memimpin kerajaan si rabah hidupnya hanya menghambur-hamburkan harta kekayaan kerajaan.lama kelamaan kerajaan si rabah menjadi kerajaan yang sangat miskin sekali.Hingga akhirnya kerajaan si rabah di jajah oleh kerajaan lain dan kerajaan rabah mengalami kekalahan.
Si Rabah mulai kebingungan saat dalam keadaan bingung si rabah baru ingat dengan sudaranya yaitu si sholeh.maka di carilah si sholeh oleh rabah dan akhirnya kedua saudara itu bertemu.Rabah penasaran dengan sholeh selama ini sholeh bisa hidup mengandalkan apa padahal sholeh tidak punya apa-apa.Akhirnya rabah mencari tahu dengan cara mengintai apa yang dilakukan oleh sholeh selama ini.Rabah sangat terkejut sekali dimana sholeh hidup hanya mengandalkan pancing yang dia bawa kala sholeh meninggalkan kerajaan dulu.Dasar rabah anak yang tidak tahu diri dan terimakasih rabah mencuri pancing yang sholeh miliki.akhirnya rabah memancing di suatu telaga yang sangat besar sekali .Sedikit demi sedikit rabah mendapatkan ikan.rabah merasa sangat bahagia sekali.dasar rabah anak yang serakah rabah ingin mendapatkan ikan yang banyak dengan harapan bisa di jual dan rabah bisa kembali kaya .tapi tanpa rabah sadari kapal yang dinaiki rabah lama kelamaan tenggelam dan akhirnya rabah meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan.

SANTRI YANG CINTA TANAH AIR

Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 Masehi di Surabaya. Ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH. Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya.
Dia berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura. Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Agung Ampel Surabaya, suatu jabatan terhormat pada saat itu.
Masa kecilnya dilalui dengan belajar agama pada ayahnya sendiri. Di samping itu, dia juga belajar di Pesantren. Pada tahun 1908, oleh orang tuanya disarankan untuk menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah, Setelah kurang lebih empat tahun belajar di sana, situasi politik di Saudi memaksanya pindah ke Mesir. Di Mesir, dia belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun pidato. Mas Mansur juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya. Ia berada di Mesir selama kurang lebih dua tahun. Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah dulu di Makkah selama satu tahun, dan pada tahun 1915 dia pulang ke Indonesia.
Sepulang dari belajar di Mesir dan Makkah, ia menikah dengan puteri Haji Arif yaitu Siti Zakiyah dan dikaruniai enam orang anak, yaitu Nafiah, Ainurrafiq, Aminah, Muhammad Nuh, Ibrahim dan Luk-luk. Di samping menikah dengan Siti Zakiyah, dia juga menikah dengan Halimah. Dia menjalani hidup dengan istri kedua ini tidak berlangsung lama, hanya dua tahun, karena pada tahun 1939 Halimah meninggal dunia.
Langkah awal Mas Mansur sepulang dari belajar di luar negeri ialah bergabung dalam Syarikat Islam. Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah, yaitu terjadinya pergolakan politik, maupun di Mesir, yaitu munculnya gerakan nasionalisme dan pembaharuan merupakan modal baginya untuk mengembangkan sayapnya dalam suatu organisasi. Pada saat itu, SI dipimpin oleh HOS Cokroaminoto, dan terkenal sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner. Ia dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar SI.
Di samping itu, Mas Mansur juga membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah yang diberi nama Taswir al-Afkar (Cakrawala Pemikiran). Terbentuknya majelis ini diilhami oleh Masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut kekolotan. Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang membahas masalah-masalah yang bersifat keagamaan murni sampai masalah politik perjuangan melawan penjajah.
Aktivitas Taswir al-Afkar itu mengilhami lahirnya berbagai aktivitas lain di berbagai kota, seperti Nahdhah al-Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang menitikberatkan pada pendidikan. Sebagai kelanjutan Nahdhah al-Wathan, Mas Mansur dan Abdul Wahab Hasbullah mendirikan madrasah yang bernama Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah Air), kemudian madrasah Ahl al-Wathan (Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far'u al-Wathan (Cabang Tanah Air) di Gresik dan Hidayah al-Wathan (Petunjuk Tanah Air) di Jombang. Kalau diamati dari nama yang mereka munculkan, yaitu wathan yang berarti tanah air, maka dapat diketahui bahwa kecintaan mereka terhadap tanah air sangat besar. Mereka berusaha mencerdaskan bangsa Indonesia dan berusaha mengajak mereka untuk membebaskan tanah air dari belenggu penjajah. Pemerintahan sendiri tanpa campur tangan bangsa lain itulah yang mereka harapkan.
Mas Mansur juga banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot. Pikiran-pikiran pembaharuannya dituangkannya dalam media massa. Majalah yang pertama kali diterbitkan bernama Suara Santri, dan majalah Jinem merupakan majalah kedua. Majalah ini terbit dua kali sebulan dengan menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab. Kedua majalah tersebut merupakan sarana untuk menuangkan pikiran-pikirannya dan mengajak para pemuda melatih mengekspresikan pikirannya dalam bentuk tulisan. Melalui majalah itu Mas Mansur mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan kemusyrikan dan kekolotan. Di samping itu, Mas Mansur juga pernah menjadi redaktur majalah Kawan Kita di Surabaya.
Tulisan-tulisan Mas Mansur pernah dimuat di Majalah Siaran dan Majalah Kentungan di Surabaya; Penaganjur dan Islam Bergerak di Yogyakarta; Panji Islam dan Pedoman Masyarakat di Medan dan Adil di Solo. Di samping melalui majalah-majalah, Mas Mansur juga menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain yaitu Hadits Nabawiyah; Syarat Syahnya Nikah; Risalah Tauhid dan Syirik; dan Adab al-Bahts wa al-Munadlarah.
Di samping aktif dalam bidang tulis-menulis, dia juga aktif dalam organisasi. Pada tahun 1921, Mas Mansur masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansur dalam Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan.
Mas Mansur dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas Mansur terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah terhadap kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan Muhammadiyah, bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode Mas Mansur juga banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas, dan progresif.
Kepemimpinannya ditandai dengan kebijaksanaan baru yang disebut Langkah Muhammadiyah 1938-1949. Ada duabelas langkah yang dicanangkannya. Selain itu, Mas Mansur juga banyak membuat gebrakan dalam hukum Islam dan politik ummat Islam saat itu. Yang perlu untuk pula dicatat, Mas Mansur tidak ragu mengambil kesimpulan tentang hukum bank, yakni haram, tetapi diperkenankan, dimudahkan, dan dimaafkan, selama keadaan memaksa untuk itu. Ia berpendapat bahwa secara hukum bunga bank adalah haram.
Dalam perpolitikan ummat Islam saat itu, Mas Mansur juga banyak melakukan gebrakan. Sebelum menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansur sebenarnya sudah banyak terlibat dalam berbagai aktivitas politik ummat Islam. Setelah menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, ia pun mulai melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), Partai Islam Indonesia (PII). Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Mas Mansur termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas Mansur.
Katerlibatannya dalam empat serangkai mengharuskannya pindah ke Jakarta, sehingga Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagus Hadikusumo. Namun kekejaman pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap rakyat Indonesia menyebabkannya tidak tahan dalam empat serangkai tersebut, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Surabaya, dan kedudukannya dalam empat serangkai digantikan oleh Ki Bagus Hadikusumo. Ketika pecah perang kemerdekaan, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. Jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.

Mencetak Pribadi Tangguh

Oleh : Arif Nur Chakim, S.Psi*
Ada pelajaran menarik dari perajin keramik. Pada mulanya perajin mencari tanah liat untuk dijadikan bahan baku keramik. Kemudian tanak liat tersebut mulai dibuat adonan dengan campuran air. Setelah itu tanah tersebut “diuleni” atau diremas-remas dan “dipok-pok” atau dibanting-banting. Wal hasil tanahpun menjadi lebih lentur. Ditaruhlah tanah tersebut di atas alat pencetak keramik. Dengan alat itu tanah berputar dan membentuk pola yang sesuai dengan kemauan perajin keramik. Setelah menjadi pola, tanah tersebut didiamkan hingga kering dan diberi lapisan pernis agar pola keramik menjadi mengkilap. Baru didiamkan hingga kering dan jadilah keramik yang bagus dan mahal harganya.
Penggalan cerita di atas bisa kita ambil ibrohnya bahwa keramik yang mahal awal mulanya terbentuk dari tanah liat yang kotor. Sama dengan seorang yang mempunyai pribadi yang tangguh tentu berawal dari pribadi-pribadi sebagaimana pada umumnya orang. Karena tempaan-tempaan ujianlah seseorang mempunyai pribadi yang tangguh.
Nah sekarang yang menjadi masalah adalah tidak setiap orang bisa menerima tempaan-tempaan ujian. Banyak orang frustasi karena persoalan yang mendera hidupnya. Banyak yang melarikan diri dari masalah atau dalam psikologi dikenal dengan flight (lari dari masalah). Putus asa dan tidak ada harapan lagi untuk hidup, seolah-olah semua sudah mati. Banyak orang yang bunuh diri karena merasa masalah yang dideritanya sedemikian berat. Jelas, pribadi semacam ini adalah pribadi yang lemah.
Selain itu ada dua kharakter respon terhadap ujian atau masalah. Yang pertama, locus of control (LOC) internal, maksudnya ketika seseorang menghadapi masalah akan cenderung mengoreksi dirinya sendiri, mencari kelemahan sendiri dan berusaha memperbaiki diri. Yang kedua, locus of control (LOC) eksternal, maksudnya ketika seseorang memiliki masalah biasanya yang disalahkan orang lain dan semua penyebab di luar dirinya. Seorang pribadi yang tangguh tentu mempunyai LOC internal yang tinggi dibandingkan dengan LOC eksternal. Demikian sebaliknya pribadi yang lemah biasanya ketika ada masalah yang di salahkan orang lain.
Sebenarnya setiap orang pasti akan dihadapkan dengan ujian. Tidak ada manusia hidup tanpa masalah. Bahkan dalam Islam seseorang belum dikatakan beriman sebelum dirinya diuji. Ujian menjadi parameter keimanan. Semakin beriman seseorang tentu ujian yang dialaminya semakin berat. Maha Suci Allah SWT yang sangat mengetahui kadar keimanan seseorang sehingga tahu kadar ujian yang pas untuk seseorang.
=Å¡ymr& â¨$¨Z9$# br& (#þqä.uŽøIムbr& (#þqä9qà)tƒ $¨YtB#uä öNèdur Ÿw tbqãZtFøÿムÇËÈ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? “(QS. Al ‘Ankabuut:2)

Ada beberapa tips agar pribadi menjadi tangguh dan tahan terhadap ujian :
a. Yakinilah bahwa Allah tidak akan menguji seseorang melebihi kadar keimanan seseorang, sehingga kita selalu positif thinking terhadap Allah.
Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèó™ãr 4
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al Baqoroh : 286)
b. b. Di balik ujian pasti ada kemudahan :
¨bÎ*sù yìtB ÎŽô£ãèø9$# #·Žô£ç„ ÇÎÈ ¨bÎ) yìtB ÎŽô£ãèø9$# #ZŽô£ç„
“ Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS,Alam Nasyrah: 5-6)
Ada hikmah dibalik ujian. Tidak ada ujian diberikan tanpa maksud dan tujuan. Dan maksud dan tujuan setiap ujian pasti positif. Maknailah setiap ujian sebagai ajang pembelajaran kita. Dengan demikian kita bisa menjadi pribadi yang tangguh.

DIBENCI NAMUN DIBUTUHKAN

Allah SWT berfirman dalan Al Qur’an surat Ali Imron ayat 104 : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”
inilah satu ayat yang melatar belakangi K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 M di Yogyakarta. Demikian juga bapak yang satu ini, Sukirno; Ketua Pimpinan Ranting Roworejo kecamatan Kebumen, Usianya sudah tidak muda lagi 67 tahun lahir tangal 5 juni 1942 tetapi semangat berorganisasi dan dakwahnya di Muhammadiyah tidak mengenal surut.
Beliau awalnya adalah seorang Anggota salah satu ormas Islam lain, namun pada tahun 1969 didatangi oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, tujuannya adalah untuk diajak bersama-sama dakwah bersama Muhammadiyah dan ternyata merasa cocok dengan kemauan dan pola pikirnya. Pada tahun 1970 secara resmi menjadi anggota Muhammadiyah dan mendirikan Muhammadiyah di desanya serta setahun berikutnya dilantik menjadi ketua PRM Roworejo, Ranting baru yang hadir di kecamatan Kebumen yang beranggotakan dia sendiri, Mad Iksan, Mad Kosim, Dulhamim dan Sujadi kakaknya. Dilantik tahun 1972 oleh ketua PDM H.Mutawali, H.Sahlan Damanhuri dibidang dakwah (alm), Ketua PCM Keb Mujni.
Bapak yang dikaruniai 5 orang anak ini, hidup dengan penuh kesederhanan dan kesahajaan di kalangan masyarakatnya. Mengawali perjuangan untuk berdakwah Muhammadiyah di daerahnya dia mendapatkan simpati dari beberapa teman-temannya, bahkan ketua pemuda salah satu ormas Islam masuk menjadi anggota Muhammadiyah. Keberadaan Muhammadiyah di Roworejo dan masuknya dia menjadi angota Muhammadiyah juga memintakan ijin dan pamitan kepada Pengurus Organisasi Islam sebelumnya. Ini dilakukan supaya tidak menimbulkan rasa curiga dan khawatir dengan keberadaan Muhammadiyah di daerah tersebut.
Karena merasa sangat kurang dalam pengetahuan agamanya, dia belajar kembali dengan memperdalam Ilmu agama di Semarang tahun 1973. Yaitu di Pusat Pendidikan Muhammadiyah, Mushola Karang Tengah Geneng Semarang. Dengan bekal uang seadanya ternyata untuk hidup di Semarang tidaklah cukup, oleh karena itu, dia berjualan Es dari kampung ke kampung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Semarang. Setelah terasa cukup kemudian kembali ke Desanya untuk melanjutkan dakwahnya.
Ketua PRM yang menjabat hingga sekarang ini yang beristrikan Ibu Saminah mendidik anak-anaknya agar mereka semuanya sekolah di Muhammadiyah dengan maksud supaya mereka mejadi kader Muhammadiyah yang nantinya melanjutkan dakwahnya. Usaha untuk melangsungkan kepemiminan organisasi yang Modern, dia selalu lakukan. Caranya dengan selalu mengadakan kegiatan Musyawarah Ranting. Namun karena anggota masih mempercayainya, dialah yang terus menjadi ketua Ranting sampai sekarang.
Hadirnya Muhammadiyah di desanya sejak berdiri ranting Roworejo hingga tahun 1980 belum sepenuhnya diterima secara utuh oleh masyarakat. Buktinya tahun 1982 terjadi suatu peristiwa yang membuat dia sedih yaitu rumahnya di lempari dan di cat dengan kotoran manusia. Ini terjadi karena dia ditawari dan kemudian masuk menjadi anggota partai tertentu yang oleh masyarakat tidak diperkenankan, alasannya anggota Muhammadiyah janganlah masuk pada partai tertentu yang menurut mereka tidak baik. Padahal tujuan dari Pak Sukirno baik, yaitu dengan masuknya dia menjadi anggota Partai maka partai akan siap membantu dan menyokong kegiatan Muhammadiyah. Namun keputusannya menimbulkan hal yang tidak baik dan tidak difahami dan diterima oleh anggota dan masyarakat.
Guna menunjang kegiatan Muhammadiyah di Ranting sehingga mendapatkan simpati dari masyarakat, Pak Kirno nama sapaannya, tetap masih melaksanakan kegiatan yang kultural seperti peringatan-peringatan rajaban, Muludan, ruwahan dll pada awal perkembangan Muhammadiyah. Sehingga mulai tahun 1988 keadaan PRM sudah mulai kondusif dan masyarakat sudah menyatu dengan kegiatan Muhammadiyah dan Alhamdulillah kata beliau anggota dan simpatisan bertambah terus tiap tahunnya. Mulai 1999 sudah tidak melaksanakan peringatan-peringatan hari besar Islam secara kultural
Awalnya adalah ingin mencoba mempelajari akhirnya menikmati menjadi anggota Muhammadiyah, kata beliau ketika berbincang-bincang dengan Redaksi BT. Pada awalnya dicerca masyarakat, Tidak ada teman namun, lama-lama masyarakat mulai menerima keberadaan PRM terutama P. Kirno bahkan sekarang P.Sukirno banyak dibutuhkan oleh masyarakat (khususnya di bidang pertanian) dan sekaligus menjadi ketua RT.
Amal Usaha Muhammadiyah yang dimilki adalah TK aisyiyah yang berdiri di atas tanah yang dibeli secara gotong royong serta pembangunan gedungnya pun dengan cara swadaya masyarakat. Siswa TK Aisyiyah Roworejo sekarang mencaai 50 Siswa dengan guru 2 orang. Serta sebuah Musholla An Nur yaitu Mushalla milik lingkungan tapi yang mengelola adalah orang Muhammadiyah, tempat dimana shalat dan pengajian Ranting diadakan. Kegiatan Ranting yang rutin diselenggarakan antara lain : Pengajian Malam Ahad, Pengajian tangal 1 dan 15 setiap bulan, Pengumpulan zakat dan kegiatan TPQ (Tempat Pendidikan Al Qur’an). Donatur kegiatan yang ada tetap dari anggota Muhammadiyah.
Bapak yang pernah mengikuti pelatihan di bidang pertanian di kebumen yang mengadakan adalah PP Muhammadiyah dan selanjutnya ikut menjadi anggota gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) memiliki obsesi atau cita-cita bagaimana agar masyarakat petani mau berzakat dari hasil pertaniannya.
Inilah potret perjuangan seorang ketua ranting Muhmmadiyah dari sekian ketua ranting yang ada di Kebumen. Mudah-mudahan ini bisa jadi reungan bagi kita, para kader muhammadiyah, sudahkah kita melakukan untuk Muhammadiyah. Kata K.H. Dahlan. Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan hidup di Muhammadiyah.

Syari'at: KEWAJIBAN BERJUANG FI SABILILLAH

Oleh : Mukhdir, S.Ag*

“Pokok pangkal dari urusan ini adalah Islam, tiangnya adalah Shalat dan puncaknya yang tertinggi adalah Jihad”

Belakangan ini kata atau istilah Jihad begitu opuler, ramai jadi perbincangan orang. Jihad memang amalan yang agung bahkan menjadi pucak amalan tertinggi Islam sendiri, namun keagungan amalan tersebut ternoda oleh tangan sebagian umat Islam sendiri dengan menebar teror kekerasan dan intimidasi yang dianggapnya Jihad. Kasus kekerasan tersebut yag kemudian memicu sentiment negatif terhadap amalan jihad yang disyari’atkan Islam. Di sisi lain ada sebagian tokoh Islam yang mempunyai pemikiran pendapat mempreteli amalan jihad dari bangunan syari’at. Dengan berbagai alasan dan dalil-dalil yang dicari-cari, mereka menyempitkan arti jihad, sehingga tidak lebih dari sekedar istilah belaka.

Definisi Jihad
Al Jihad secara bahasa bermakna kesulitan, kesukaran, kepayahan. Jihad secara lafzhi berarti perjuangan, mencurahkan daya upaya. Dan menurut Istilah jihad adalah perjuangan untuk melakukan transformasi, baik dalam dataran individu maupun masyarakat. Sedangkan secara Syar’i bermakna
“Mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi orang kafir atau musuh.”
KEWAJIBAN
BERJUANG FI SABILILLAHJihad mengandung makan bekerja dengan sunguh-sunguh sepenuh hati untuk menyeru menegakkan agama Allah dengan cara menghadapi yaitu memerangi musuh Allah baik yang tampak( kejahatan), maupun yang tidak tampak (syaitan/hawa nafsu). Dalam pandangan Islam, jihad diistilahkan dengan berjuang dan memperjuangkan demi tegakaknya agama Allah baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan jihad tertinggi adalah mengajak pada kebaikan dan menghilangkan serta mencegah kemungkaran.

Perintah dan Hukum Jihad
Sejak kenabian, jihad pertama kali dipakai setelah Nabi hijrah. Adapun Hukumnya masih banyak perselisishan yaitu apakah fardhu ‘ain atau kifayah. Pada zaman setelah Nabi hijrah ada pendapat bila diikuti Rosululah adalah fardhu ‘ain, tapi bila tidak maka hukumnya fardhu kifayah. Ada pendapat menjadi wajib ‘ain bila dipilih oleh Nabi Saw, walauun tidak meju ke medan peperangan. Pada masa setelah kenabian, pendapat yan mashur dikalangan ahlul ‘Ilmi adalah fardhu kifayah, kecuali jikaada keadaan mendesak, tiba-tiba ada musuh.
Jihad merupakan kewajiban atas setiap manusia sesuai dengan kemampuan masing-masing, sebagaimaa ditegaskan oleh Rosulullah saw yang artinya : Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu dengan lisannya, bila tidak mampu maka bencilah kemungkaran itui dengan hatiya, dan itulah merupakan selemah-lemah iman.
Sedangkan dalam Al Qur’an dijelaskan perintah jihad antara lain dalam Q.S. At Taubah ayat 41 yang artinya : Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringa atau berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Q.S. At Taubah : 73 artinya : hai nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-oran munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Q.S. Al Hajj : 78 yang artinya : Dan jihadlah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarya.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, sudah jelas bahwa berjihad hukumnya wajib. Kewajiban adakalanya dengan hati (benci kemungkaran), ada kalanya dengan lisan dan ada kalanya dengan tangan. Adapun dengan hati harus dilakukan setiap saat karena tidak akibat mudharatnya. Kita telah tahu bersama jihad termasuk anjuran maka dalam menjalankan jihad ini tidak boleh melampui batas apalagi apabila sampai madharat atau kerusakan yang timbul lebih besar dari maslahat. Dalam al qur’an disebutkan “ Dan perangilah di jalan allah oran-oran yan memerangi kamu, tapi janganlah kamu melampui batas, karena sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melamui batas”. Q.S. Al Baqarah : 190.

Peneguhan dan Pencerahan IDIOLOGI bagi Kader di AUM

Oleh :Darsum *
Pada Suatu saat nanti banyak orang berbondong-bondong masuk dan bergabung dengan Muhamadiyah, mereka akan berjuang untuk Islam lewat Muhammadiyah, tetapi lebih karena ingin mencari nafkah di Muhammadiyah. Dr Alfin (alm).
Keberadaan karyawan Muhammadiyah bila dirunut ke belakang berangkat dari berbagai kepentingan yang berbeda. Seorang dokter, bidan, atau perwat “bertemu” dengan Muhammadiyah karena profesi mereka. Seorang lulusan FKIP/IKIP menjadi guru di sekolah Muhammadiyah karena kebutuhan kerja. Sementara yang lain bergabung dengan Muhammadiyah karena alasan lain pula. Tidak banyak karyawan Muhammadiyah dilingkungan AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) yang memang sengaja awal ingin mengabdikan dirinya berjuang di jalan Allah lewat persyarikatan Muhammadiyah.
Keberagaman mereka sudah tentu menyangkut banyak hal, termasuk di dalamnya tentang pemahaman keagamaan dan persyarikatan itu sendiri. Ringkas kata karyawan Muhammadiyah itu heterogen.
Kita tidak bisa menyalahkan proses rekrutmen karyawan sebab pendirian sebagian besar AUM berangkat dari beberapa orang yang dilakukan dalam keadaan serba susah. Siapapun yang mau bergabung dengan AUM baru tersebut, akan diterima dengan senang hati mengingat pada dasrnya periode perintisan AUM diwarnai dengan semangat pengabdian tanpa mempertimbangkan gaji atau honor. Sering sekali terlontar ucapan” ada yang sudah untung”. Dan ketika kemudian AUM berkembang pesat, persyaratan utama untuk menjadi karyawan lebih ditekankan pada profesi dari pada aspek Al Islam dan Kemuhammadiyahan. Banyak terjadi kader dari IPM, IMM, Pemuda Muhammadiyah atau NA gagal menjadi karyawan karena IP akademik, tes psikologi atau TOEFL yang tidak memenuhi syarat. Sebaliknya banyak calon yang lulus walaupun tidak mengenal MUhammadiyah sama sekali.
Menyadari realitas di atas, menjadi kewajiban Pimpinan AUM memiliki peta karyawan Muhammadiyah yang meliputi a) Kemampuan baca tulis Al Qur’an, b) Pemahaman Keagamaan dan Kemuhammadiyahan, dan c) Keterlibatan mereka pada Persyarikatan.
Pernah dijumpai seorang karyawati (juru masak) yang telah bekerja 10 tahun di PKU Muhammadiyah ternyata tidak memperoleh kemajuan apapun dalam hal ibadah (shalat) dia tetap belum menjalankan Ibadah (shalat). Ada tenaga medis tidak mau pengajian yang diselenggarakan oleh persyarikatan, karena hnya merasa terikat dengan PKU-nya sebagai tenaga para medis dan tidak merasa ‘terikat’ dengan Muhammadiyah. Ketua PWM Jawa Tengah (waktu Drs. Dahlan Rais) menceritakan di suatu PKU Muhammadiyah ada seorang Dokter tidak “ngeh” dengan istilah “Milad”. Yang ia tahu kata milad identik dengan sumbangan karena setiap Milad Muhammadiyah ia dimintai sumbangan. Kenyataan lain bahwa mayoritas karyawan Muhammadiyah tidak aktif di Persyarikatan adalah pil pahit yang harus kita terima dewasa ini.
Ganbaran keberadaan karyawan Muhammadiyah seperti di muka dapat diumpamakan layang-layang putus yang harus dikejar. Cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan kembali, harus dengan memperbanyak pengajian, pelatihan dan kursus-kursus. Jika mau jujur pengajian di AUM sangat rendah kuantitas dan kualitasnya. Pengajian sebulan sekali dengan topoik “ mangga kersa “ harus diakhiri. Pengajian Muhammadiyah kedepan haruslah terencana, terarah, berjenjang dan berkelanjutan serta memiliki tolak ukur keberhasilan. Yang menjadi pertanyaan ialah siapa atau lembaga apa di Muhammadiyah yang pantas diserahi tugas tersebut ? Bentuk kegiatan lain yang perlu disorong ialah menyelenggarakan palatihan sperti Darul arqam dan kegiatan lain yang sejenis. Hanya saja, perlu dikembangkan secara kreatif materi dan metode pelatihan itu sendiri agar tidak merasa monoton. Ambillah contoh, sebuah AUM mengadakan Darul Arqam bagi pimpinan setahun atau dua tahun sekali. Jika materi dan penyampaiannya sama, pasti akan membosankan karena pesertanya juga sama. Disini diperlukan terobosan baru materi refresing untuk menyegarkan kembali semangat bermuhammadiyah.
Tak kalah pentingnya dari semua itu ialah penyelenggara kursus-kursus bagi warga Muhammadiyah. Banyak warga persyarikatan yang ingin belajar/mendalami agama tetapi tidak tersantuni dengan baik. Akhirnya mereka belajar ke tempat lain yang memiliki faham keagamaan yang berbeda dengan Muhammadiyah. Akibatnya bisa ditebak sebagian lari dan tidak akan pernah kembali.
Pepatah jawa mengatakan “Jer Basuki Mawa Bea” artinya semua gagasan dan program tidak akan dapat terlaksana tanpa biaya yang menyertainya. Untuk itu, setiap AUM perlu didorong untuk mengalokasikan biaya pengajian, pelatihan, dan kursus dalam penyusunan Anggaran Pemasukan dan Belanja (APB) AUM. Berapa ? berkisar 2-3 % dari APB barangkali sudah cukup bagus untuk tahap awal.

Geliat Kader di Majelis

Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah adalah suatu aktifitas yang sangat mungkin sekali bisa dilakukan untuk mencetak kader Muhammadiyah yang handal. Seperti halnya yang dilakukan oleh kader Angkatan Muda Muhammadiyah Gombong yang tergabung dalam Majelis Ahmad Dahlan (MAD). Mereka memiliki aktifitas gerakan rutin seperti, aktifitas mingguan yaitu Kajian Kitab Riyadhus Shalaikhin setiap hari Jum’at dan Kajian Kitab Fathul Majid setiap hari Sabtu. Majelis yang di pelopori oleh Ustadz Mundir Hasan S.Pd ini juga memiliki kegiatan yang bernama Muhibbah yaitu kunjungan ke tokoh Ulama dan ke tempat tertentu. Kunjungan yang telah dilakukan adalah seperti ke Pondok pesantren Darrut Tauhid di Bandung, melakukan perjalanan dari Karangbolong sampai ke Ayah dan menurut rencana mereka akan melakukan perjalanan Muhibbah dari Gombong sampai ke pantai Suwuk.Tujuan dari kegiatan ini adalah kunjungan/silaturakhim dari masjid ke masjid dengan bertemu jama’ah masjid sehingga terjalin Ukhuwah Islamiah.
Geliat Kader di Majelis
AHMAD DAHLAN Aktivitas gerakan ini ternyata telah dipelopori sejak 2 tahun yang lalu dan telah memiliki jamaah tetap sekitar 20 orang dan jama’ah tidak tetap 50 an orang. Pada bulan Ramadhan 1430 H ini mereka dengan giatnya melakukan gerakan I’tikaf di masjid khususnya 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Di dalam kegiatan I’tikaf ini disamping memperbanyak membaca Al qur’an mereka juga melakukan kajian terhadap idiologi Muhammadiyah seperti Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, kepribadian Muhammadiyah, Khittah Perjuangan Muhammadiyah dan PHIWM.
Ketika diwawancarai oleh redaksi BT, apakah tujuan atau motifasi didirikannya Majelis Ahmad Dahlan ini, Ustadz Mundir yang juga seorang Sekretaris PCM gombong ini mengatakan bahwa tujuan utama dari jama’ah ini adalah untuk meningkatkan kewalitas Ibadah Mahdhah masing-masing jama’ah sehingga nanti diharapkan bias mewujudkan insan kamil yaitu seorang Mukmin, Muslim, Muttaqin dan Muhsin. Mereka mengharapkan juga agar supaya para kader Muhammadiyah di mana saja berada untuk juga turut serta melakukan kegiatan yang sama di daerahnya masing-masing. Karena menurut mereka inilah cara efektif untuk dapat mencetak kader Muhammadiyah yang handal, khususnya menumbuhkan ruh semangat beragama dan bermuhammadiyah.

Membangun Ruh Gerakan

S
uatu ketika KH. Muhammad Syoedja’ diberi tugas untuk melayani dan memimpin jama’ah haji ke Makkah. Sebelum KH. Muhammad Syoedja’ berangkat, terlebih dahulu KHA. Dahlan menyampaikan wasiat yang ditujukan kepada keponakannya yaitu KH. Baqir. Pesan beliau yang dikutipkan dari buku ”Catatan KH. Muhammad Syoedja’ adalah sebagai berikut :
1. Baqir disuruh pulang ke Jawa, ada apa dia ada di Makkah. Makkah sudah banyak ulama yang sama mengajar, bahkan Makkah sumber ulama dari segala bangsa yang mengajar, baik di Masjidil Haram, di rumah-rumah dan di Rubat-rubat dan sumber murid-murid dari segala bangsa yang sama belajar.
2. Makah satu negeri yang mulia yang diliputi tanah Haram, Tanah Suci, yang tidak masuk seorang di luar Islam di dalamnya, sehingga penduduk Makkah seluruhnya kaum Muslimin dan Muslimat yang tidak akan membutuhkan pelajaran agama Islam daripada Baqir.
3. Baqir mesti pulang, Baqir mesti pulang, Baqir mesti pulang ke tanah Jawa. Kaum Muslimin di tanah Jawa baik Muslimin maupun Muslimatnya dari segala lapisan karena dengan lancarnya para Mubaligh maupun para Mubalighat, maka sama sadarlah mereka itu dan berduyun-duyun sama mengunjungi pengajian-pengajian di tiap-tiap waktu dan tempat yang telah ditentukan. Tetapi sayang sekali bagi mereka golongan cerdik pandai yang tidak berkinjung di tempat tersebut karena tidak bersesuaian dengan hari liburnya. Oleh karena itu besar harapanku Baqir harus pulang ke Jawa. Walaupun dengan cara yang bagaimana.
Demikianlah amanat KHA. Dahlan kepada keponakannya yang berada di Makkah. Beliau berharap ada yang menggantikan beliau untuk mengemban dakwah dan menjalankan roda organisasi Muhammadiyah. Tetapi apa yang terjadi,?.... ternyata semua itu tidak sesuai dengan yang KHA. Dahlan impikan. KH. Baqir dengan berbagai macam alasan menolak keinginan pamannya yang sudah mulai sakit-sakitan. Yang membutuhkan pengganti beliau dalam mencerdaskan umat. Yang semestinya diketahui oleh orang yang berilmu, apalagi dia telah bersekolah tinggi. KH. Baqir memiliki alasan kalau dia nanti pulang ke Jawa mau kerja apa, kalau nanti dia pulang ke Jawa mau bertempat tinggal dimana, kalau nanti pulang ke Jawa dan seterusnya hanya untuk menyatakan bahwa dia tidak berkenan pulang ke Jawa.
Begitu bedanya KH. Baqir dengan murid KHA. Dahlan yang setiap waktu bersama beliau. Menimba ilmu kepada beliau, mendengarkan dan melihat cara hidup beliau secara langsung. Tidak ada yang mereka dapati dari cara hidup beliau melainkan cara hidup yang lahir dari hati yang ikhlas mencari ridlo Allah SWT. Mewakafkan hidupnya untuk Islam dan Muslimin tanpa rasa lelah.
Kepribadian dan kecerdasan spiritual KHA. Dahlan itulah yang kemudian ditiru oleh para muridnya diantaranya KH. Muhammad Syoedja’, Haji Fakhrudin, Ki Bagus Hadi Kusuma, Haji Mohamad Zain, Haji Mohamad Mokhtar, KHA. Badawi, KHR. Hajid dan lain sebagainya. KH. Muhammad Syoedja’ adalah murid dan kader langsung KHA. Dahlan. Jika KHA. Dahlan adalah peletak dasar aktifitas Amal Usaha sosial Muhammadiyah maka KH. Muhammad Syoedja’ adalah perumus sekaligus penafsirnya dalam realitas gerakan. Beliau adalah Ketua Bahagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) yang pertama, salah satu perintis Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, pendiri rumah miskin, rumah anak yatim, dan pelopor Persatuan Djama’ah Hadji Indonesia (PDHI). Begitupun murid-murid KHA. Dahlan yang lainnya, mereka menjadi orang-orang yang tangguh dalam memperjuangkan agama Islam. Mereka menjadi orang-orang yang cerdas dalam berorganisasi dan juga dalam menguasai ruh Muhammadiyah.
Jika kita merujuk kepada para tokoh tersebut di atas maka mereka adalah contoh bentuk ideal dari kader Muhammadiyah. Adalah mereka yang memiliki ruh Islam yang kuat, memiliki kapasitas sebagai seorang organisatoris ulung. Yaitu mereka yang mempunyai akidah lurus, taat beribadah, memiliki pengetahuan yang dalam tentang Islam, dan menghayati visi dan misi Muhammadiyah serta menggerakkan Muhammadiyah dengan senang hati. Akidah yang kuat tergambar oleh jawaban KH. Muhammad Syoedja’ ketika diinterogasi oleh seorang tokoh di Makkah yang sedang menyelidiki Muhammadiyah. Tokoh tersebut adalah KH. Abdul Muhid. Beliau bertanya pendapat Muhammadiyah tentang orang yang berziarah kubur. Beliau KH. Muhammad Syoedja’ menjawab : ”Muhammadiyah tidak menganjurkan kepada kaum Muslimin pada umumnya dan anggota Muhammadiyah pada khususnya supaya sama berziarah kubur walaupun ke kuburan keluarganya sendiri, malahan merintangi ziarah kuburnya orang sholeh. Karena akibatnya ziarah-ziarah itu lantas sama mengajukan permohonan kepada yang ada di dalam kubur, doa restu bahagia, senang, ayem, tentrem dan tenang. Bahkan kaum muslimin golongan santri tidak hanya demikian saja, melainkan ditambah dengan bacaan tahlil yang dzikirnya sampai beribu-ribu kali di muka kubur, sehingga merasa puas yang dimaksud dan dituju”. Kemudian KH. Muhammad Syoedja’ mengutip hadits Nabi SAW : Janganlah jadikan rumahmu sebagai kuburan dan janganlah kamu jadikan kuburku sebagai tempat perayaan. Bersholawatlah kamu sekalian atasku. Sesungguhnya sholawatmu akan sampai kepadaku dimanapun kamu berada. (HR. Abu Dawud dengan sanad Hasan). Dari jawaban itulah kemudian Muhammadiyah dicap sebagai Wahabi..
Terlepas dari tuduhan tersebut yang jelas Rosululloh SAW melarang keras seseorang mengagung-agungkan kuburan. Karena hal itulah yang telah banyak menyesatkan akidah orang-orang pada jaman dahulu. Sehingga Muhammadiyah memiliki gerakan yang terkenal dengan istilah memberantas Syirik dan TBC (Tahayul Bid’ah Churafat). Gerakan yang demikian itu sudah selayaknya untuk dipertahankan oleh orang-orang yang mengaku para penerus perjuangan Muhammadiyah. Karena perbuatan itu akan selalu ada kapanpun dan dimanapun. Termasuk dalam era yang canggih seperti sekarang ini dan era yang lebih canggih lagi kelak.
Untuk melahirkan seorang organisatoris yang handal, Muhammadiyah telah menyiapkannya sejak dini pengkaderannya secara sistematis. Yaitu dengan didirikannya Organisasi Otonom (ORTOM) sebagai wadah bagi mereka para calon penerus pimpinan Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah organisasi yang sangat ideal dalam sistem pengkaderannya karena memiliki jenjang pengkaderan seperti IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) untuk para pelajar, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) untuk para mahasiswa, Pemuda Muhammadiyah untuk para pemuda, NA (Nasyiatul ’Aisyiyah) untuk para pemudi, Kepanduan Hizbul Wathan (HW) untuk orang-orang yang suka dengan petualangan, dan Tapak Suci Putera Muhammadiyah bagi orang yang suka dengan beladiri. Di Kabupaten Kebumen semua ortom tersebut ada pengurus dan ada kegiatannya. Masing-masing ortom memiliki sistem pengkaderan formal yang lengkap dengan kurikulumnya. Seperti misalnya IPM dengan Taruna Melati, Melati Tunas bagi Pemuda Muhammadiyah, Jaya melati bagi Kepanduan HW, Darul Arqam untuk IMM, dan sebagainya yang secara teoretis sudah sangat ideal. Tapi anehnya kendala terbesar yang dialami adalah dalam urusan pengkaderannya. Ortom yang diharapkan mampu menjadi kawah ”candradimuka” Muhammadiyah dalam mempelajari visi misi serta gerak dan perjuangan Muhammadiyah ini ternyata tidak banyak peminatnya. Sebagai contoh pengalaman penulis ketika menjadi ketua PC IRM (sekarang berubah Ikatan Pelajar) Gombong periode 2005-2007, ternyata periode tersebut menjadi pimpinan yang terakhir setelah sebelumnya mati dan berhasil kami hidupkan (atas pertolongan Alloh). Pimpinan Cabang mati karena tidak ada lagi yang mau menjadi pengurus. Ketika Muscab, lebih banyak panitia daripada peserta Muscab, sementara pengurus yang lama akan segera meninggalkan Gombong untukmelanjutkan studinya di tingkatan yang lebih tinggi. Berbagai upaya telah ditempuh, baik yang berbentuk formal seperti Taruna Melati maupun berbentuk informal seperti pengajian rutin. Ternyata setelah dipikir hal itu terjadi karena kapasitas SDM-nya kurang mumpuni di bidangnya. Jangankan untuk mengurusi satu wilayah kecamatan, untuk menggerakkan di tingkat sekolah saja dipandang masih terlalu berat. Oleh karena itu perlu adanya kesinambungan antara ortom satu dengan yang lainnya. Sebagaimana ketika IPM pertama kali didirikan, pengkaderannya diserahkan kepada pemuda Muhammadiyah. Karena jika melihat SDM IPM yang notabene para pelajar, belum mampu melakukan sistem kaderisasi formal sebagaimana tercantum dalam kaidah. Jika dibandingkan dengan IPM di lain daerah sebut saja misalnya Banyumas atau Cilacap, di sana yang menjadi pengurus IPM rata-rata anak kuliahan. Sehingga wajar jika di sana lebih progresif dalam pengkaderan dan kegiatannya.
Meski demikian menurut hemat penulis secara umum sistem pengkaderan pada ortom tersebut yang selama ini berjalan baru berupa pembangunan jasad Muhammadiyah, belum pada pembangunan ruh Muhammadiyah. Oleh karena itu sering didapati seorang yang pandai berorganisasi di dalam muhammadiyah, kurang mengetahui akidah yang benar, tata cara ibadah yang sesuai tuntunan sunnah, tidak mengetahui banyak tentang Hadits sehingga ketika mendapati orang yang menjalankan ibadah sesuai dengan hadits yang shahih akan melihatnya sebagai orang asing. Padahal undang-undang tertinggi Muhammadiyah adalah Al Quran disusul kemudian Hadits yang shahih. Berkaca dari hal itu maka sudah selayaknya ada diantara pengurus Muhammadiyah di semua tingkatan ada seorang yang mampu menjadi figur. Yang memiliki kapasitas keilmuan agama, dan juga memiliki kemampuan menjalankan organisasi. Mampu menjadi tauladan bagi orang di sekitarnya, baik dari segi akhlaknya, ibadahnya, akidahnya, keilmuannya, keikhlasannya, progresifitasnya dalam gerakan, dan kecerdasannya dalam berorganisasi.
Walaupun nampaknya untuk sekarang ini sulit menemukan sosok yang dimaksud. tetapi paling tidak seharusnya setiap pimpinan Muhammadiyah bisa berusaha menjadi neo Ahmad Dahlan. Yang senantiasa membimbing para kader muda dalam menanamkan ruh Muhammadiyah secara intensif. Sebagaimana para rosul terdahulu yang senantiasa memiliki sahabat dalam perjuangan mereka, dan pada akhirnya sahabat-sahabat tersebut menjadi kader-kader tangguh dalam barisan dakwahnya. Sebut saja Nabi Isa yang memiliki para Khawariyyun, Ar Rosul SAW yang memiliki para sahabat yang sangat banyak jumlahnya dan tinggi kualitas imannya, baik dari kalangan Muhajirin maupun dari kalangan Ansor, begitupun KHA. Dahlan yang memiliki murid sekaligus teman dalam perjuangan beliau sebagaimana disebutkan di atas. Hematnya, disamping sistem pengkaderan formal juga tidak kalah penting pengkaderan nonformal.
Sekarang ini banyak orang yang lebih sering mengenal Muhammadiyah melalui Amal Usaha yang mendatangkan laba seperti RS PKU Muhammadiyah dan Sekolah Muhammadiyah, sehingga banyak yang mengidentikan Muhammadiyah sebagai perusahaan dibandingkan sebagai organisasi Dakwah. Idealnya Amal Usaha yang demikian merupakan peluang yang sangat besar dalam menjaring para kader Dakwah Muhammadiyah. Dengan catatan ada orang yang ikhlas membimbing para karyawan maupun guru dan dosen di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah. Siang mereka bekerja di AUM, ketika pulang mereka berdakwah di semua lini kehidupan demi tegaknya agama Islam. Sehingga tidak terjadi seorang guru atau karyawan Muhammadiyah bekerja hanya menantikan gaji yang tidak seberapa. Padahal tanpa dinanti, sudah menjadi konsekuensi logis kalau dia bekerja pasti akan mendapatkan upahnya.
Suatu ketika, pada tahun 1922 sekolah Muhammadiyah harus menambah kelas karena siswanya terus bertambah. Dengan demikian, sudah barang tentu belanja sekolahpun bertambah banyak. Sudah selama setahun KHA. Dahlan melihat nasib para guru yang tidak digaji. KHA. Dahlan tidak sampai hati jika harus menangguhkan pembayaran gaji para guru tersebut untuk beberapa bulan lagi. Maka beliau mengundang teman-teman pengurus Muhammadiyah untuk mendaftar barang alat rumah KHA. Dahlan mulai dari yang kecil-kecil seperti meja, kursi, kaca dinding, jam dinding dan lain-lain. Dan juga pakaian beliau seperti sendal, sarung, baju, jas, gamis, dan sorban. Yang disisakan hanyalah satu sorban, dua sarung, satu jas, dan dua baju dalam. KHA. Dahlan bertelanjang diri dan bertelanjang rumah sampai bulat. Barang-barang tersebut beliau lelang untuk mendapatkan uang sebanyak 300 – 400 gulden untuk membayar utang gaji para guru. KHA. Dahlan hanya tersenyum dan ikhlas menjalaninya dan beliau hanya minta 60 gulden untuk membayar utang yang lain. Dan dari hasil penjualan barang-barang tersebut yang awalnya diperkirakan akan laku sebanyak 400-500 gulden, ternyata di luar dugaan. Karena ternyata hasil penjualan tersebut mencapai 4.000 gulden lebih sedikit. Namun demikian beliau tetap hanya mengambil 60 gulden saja. Demikianlah beliau mengorbankan smuanya demi tegaknya Islam yang beliau salurkan melalui organisasi yang tercinta bernama Muhammadiyah. Dengan keyakinan yang dalam akan janji Allah SWT :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.(QS. Muhammad 47 : 8)

EDISI KE 4 : MENEGUHKAN KADER UMAT

A. Sajian Utama
B. Syariat
C. Tafsir
D. Persyarikatan
E. Psikologi
F. Tarikh
G. Refleksi
H. Pendidikan

SEKOLAH KADER “Adakah

Sudah diakui sejak awal-awal berdirinya Muhammadiyah, bahwa pendidikan di Muhammadiyah dalam hal ini sekolah-sekolah formalnya didirikan bertujuan untuk mencetak kader-kader Muhammadiyah yang berkualitas baik dan segi akademik maupun keagamaannya. Sehingga diharapkan mampu menjadi generasi penerus gerakan Muhammadiyah yang akan datang. Tujuan tersebut mungkin awalnya dapat dikatakan berhasil karena sudah banyak kader-kader Muhammadiyah yang dicetak lewat sekolah - sekolah Muhammadiyah. Tapi seiring berjalannya dengan waktu khususnya di kabupaten Kebumen dan mungkin di semua tempat pada umumnya kemampuan sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam mencetak kader terjadi penurunan baik segi kuantitas maupun kualitas.
Hal ini dapat dilihat dari berapa tiap tahunnya lulusan Sekolah-sekolah Muhammadiyah dan berapa persen yang kemudian aktif di Muhammadiyah maupun ortom-ortomnya. Bahkan berapa persenkah yang cukup sekedar menjadi simpatisan Muhammadiyah. Hal ini diperparah dengan tingkat kepercayaan warga Muhammadiyah sendiri yang rendah terhadap sekolah-sekolah Muhammadiyah sehingga lebih memilih menyekolahkan putra-putrinya di sekolah negeri. Bila ditanyakan pada mereka alasannya, karena Sekolah - sekolah Muhammadiyah kurang bermutu, khususnya yang berada di pedesaan.
Melihat dari fenomena tersebut maka sudah perlu dikaji ulang tentang system pendidikan di Muhammadiyah sehingga tujuan awal untuk mencetak kader-kader berkualitas dapat dicapai. Oleh karena itu langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada sekolah Muhammadiyah adalah bagaimana warga Muhammadiyah membuat sekolah itu menjadi bermutu bukan malah ditinggalkan, lari ke sekolah lain.
Majelis Dikdasmen yang mempunyai peran disini dituntut lebih aktif untuk membuat sebuah kebijakan yang dapat dipakai dan diterapkan oleh semua sekolah Muhammadiyah Bukan hanya sekedar menyalahkan menajemen/Pengelola Sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah dan guru. Kebijakan umum adalah sangat perlu di buat oleh Majelis, adapun kebijakan lokal harus tetap dihormati karena itu merupakan potensi di setiap sekolah. Kedua-duanya yaitu kebijakan umum yang kuat dari Pimpinan Muhammadiyah dan kebijakan lokal hasil budaya yang ada di sekolah haruslah disinkronkan dan dipadukan. Sekiranya kebijakan Umum harus mengambil peran lebih utama maka dengan sangat terpaksa kebijakan lokal sekolah haruslah dikorbankan, demikian juga sebaliknya, namum tetap kebijakan Umum harus menambil peran yang lebih karena untuk menjadi dasar hittah perjuangan di Muhammadiyah.
Peran aktif dari semua pihak, dalam hal ini adalah warga Muhammadiyah haruslah terus berjalan. Ketika semua warga mengambil perannya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing maka hal yang menjadi kendala dan hambatan dengan sendirinya akan terselesaikan. Akan tetapi disini peran dari Majelis haruslah mengambil peran yang lebih utama, mulai dari perencanaan, pemetaan, pengorganisasian, pengontrolan dan evaluasi serta pembinaan sekolah Muhammadiyah. Yang tidak kalah pentingnya pembinaan dan peneguhan Idiologi bagi para pendidik dan tenaga kependidikan harus terus berjalan sebagai alat untuk mengembalikan dan meneguhkan kembali bahwa memperjuangankan Sekolah Muhammadiyah memiliki karakteristik dan corak yang tersendiri.
Yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana membentuk sekolah berkualitas tetapi tetap bisa mengakomodasi masyarakat kurang mampu. Untuk mengatasi hal yang semacam itu sekolah harus memutar strategi, dalam hal ini ulet mencari terobosan-terobosan yang jitu, seperti mengusahakan beasiswa dari pemerintah, mencarikan donator /orang tua asuh bagi siswa-siswa kurang mampu dan dengan cara subsidi silang oleh wali murid yang mampu.
Guna menjaga dan mempertahankan kualitas sekolah Muhammadiyah cara yang lain adalah dengan cara selektif dalam penerimaan peserta didik baru. Bagi sekolah-sekolah yang telah memenuhi kuota murid jangan sampai karena pendaftar melebihi kebutuhan sekolah dengan semangatya mengambil semua. Akibatnya kualitas sekolah akan dengan menurun dikarenakan tidak diimbangi oleh rasio jumlah guru dengan anak didik. Bagi sekolah Muhammadiyah yang peserta didiknya kurang dari kapasitas yang diinginkan maka disini guru harus berusaha semaksimal mungkin agar supaya peserta didik yang terbatas tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa, tentunya kita ingat dengan kisah Laskar pelangi. Oleh karena itu disini dituntut tenaga pendidik harus memiliki keikhlasan dalam mendidik dan pantang menyerah. Majelis dalam posisi ini haruslah memposisikan lebih karena mereka para pendidik akan tetap diayomi dan diperhatikan oleh yayasan yaitu Persyarikatan Muhammadiyah.
Apabila Sekolah Muhammadiyah dapat memberikan pelajaran yang bermutu dan menghasilkan lulusan yang bermutu maka kepercayaan masyarakat pada sekolah Muhammadiyah akan timbul kembali. Kemudian bagaimana siswa-siswinya dididik untuk diharapkan menjadi kader Muhammadiyah di masa yang akan datang, sehingga sekolah Muhammadiyah sebagai ujung tombak pengkaderan dapat tajam kembali ? Oleh karena itu diharapkan pada setiap pelajaran, guru haruslah berperan sebagai orang Muhammadiyah, sampaikan hal-hal yang bersangkutan dengan Muhammadiyah atau keislaman pada materi pelajaran yang mereka sampaikan kepada muridnya walaupun sedikit. Maka disitu murid kan terbiasa dengan situasi dan budaya Muhammadiyah karena untuk menambahkan jam pelaaran Kemuhammadiyahan dan Al Islam tidaklah mungkin.
Dari hal tersebut, tenaga Pendidik dan kependidikan di sekolah Muhammadiyah haruslah memiliki wawasan idiologi bermuhammadiyah walaupun sedikit. Apalagi seorang Kepala sekolah sebagai leader dari sekolah haruslah menjadi ujung tombak dari pengakaderan yang ada. Untuk menjadikan mereka para tenaga pendidik memiliki wawasan kemuhammadiyahan dan beridiologikan Muhammadiyah maka mereka haruslah melalui jenjang pengkaderan yang ada di Muhammadiyah, mulai dari Darul Arqom atau sistem pengkaderan yang lain. Sangatlah naïf apabila seorang yang bukan beridiologikan Muhammadiyah menjadi alat pengakderan di Muhammadiyah khususnya di sekolah Muhammadiyah. Jalan lain adalah bagaimana tenaga pendidik dan kependidikan terus menghidup-hidupi Muhammadiyah dengan tidak hanya memberikan pelajaran di kelas. Adalah mereka haruslah terlibat langsung dengan keorganisasian otonom yang ada di Muhammadyah. Bagi mereka yang perempuan masuklah di Aisyiyah atau NA, bagi yang laki-laki masuklah menjadi aktif di setiap kegiatan yang diselenggarakan Muhammadiyah atau bahkan menjadi pengurus Ranting atau cabang, atau bagi yang masih muda aktiflah di Pemuda Muhammadiyah. Dengan begitu mereka dengan sendirinya merasa memiliki Muhammadiyah. Kesemuanya dituntut keikhlasan dan pengorbanan. Seperti yang dipesankan oleh pendiri Muhammadiyah K.H.Ahmad Dahlan: Kutitipkan kepadamu Muhammadiyah, Hidup-hidupilah Muhammadiyah jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah. Pesan ini haruslah dicermati bukan sekedar kita pasif tetapi haruslah aktif bagaimana agar bisa hidup maka berbuatlah.red

Mencetak Kader

M
uhammadiyah sebagai organisasi kader Islam memiliki tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat yang sebenar-benarnya. Melalui Sekolah dan masjid, K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah memperjuangkan munculnya kader Umat Islam yang tangguh. Demikian ungkapan ketua PDM Kebumen yang membidangi Majelis Pendidikan Kader (MPK) Kebumen. Seperti halnya yang dicontoh oleh beliau bahwa apabila sekolah benar-benar dijadikan tempat pengkaderan, maka insya Allah akan muncul kader-kader umat yang dibanggakan. Bagaimana caranya agar bisa berhasil, beliau menyampaikan yaitu : pertama; Pelajar Muhammadiyah harus memahami dan melaksanakan janjinya yang ke enam yaitu sanggup melangsungkan amal usaha Muhammadiyah. Kedua; Diharapkan lulusan Muhammadiyah bisa melanjutkan ke sekolah Muhammadiyah pada jenjang berikutnya. Ketiga; Penerimaan karyawan Amal Usaha Muhammadiyah perlu dibenahi, karyawan yang diterima haruslah selektif. Bagi yang sudah Muhammadiyah maka Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus bekerja sama dengan MPK terus memotifasi agar tetap pada semangat organisasi Muhammadiyah. Bagi yang belum haruslah dimuhammadiyahkan.
Menyoroti hal yang ketiga ini pak Maftuh menyampaikan bahwa keberlangsungan pengkaderan di Sekolah tergantung pada Kepala Sekolah. Apabila Kepala Sekolah belum menjadi Muhammadiyah maka sudah barang tentu seluruh guru dan karyawannya akan sulit menjadi Muhammadiyah. Bahkan bisa menjadi naif ketika kepala sekolah menjadikan mata pelajaran Kemuhammadiyahan hanyalah menjadi pelengkap dari kurikulum. Sehingga dengan begitu yang mengajar Kemuhammadiyahan adalah guru yang kekurangan jam mengajarnya. Padahal Seorang guru Kemuhammadiyahan semestinya menjadi figur Muhammadiyah secara teori maupun praktek.
Ditambahkan juga bahwa Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah haruslah memiliki peran yang penting guna membangun sistem yang ada di sekolah Muhammadiyah. Jangan sampai sekolah Muhammadiyah tidak harmonis dalam pergaulan baik guru dengan karyawannya dengan sekolah Muhammadiyah yang lainnya, Ada apa dengan ini ? oleh karena itu haruslah dicari benang merahnya. Apakah karena faktor ketidak fahaman mereka di Muhammadiyah atau yang lain, atau karena mereka bahkan bukan orang Muhammadiyah?
Ketika ditanya selanjutnya, apakah karyawan AUM harus melalui tahapan pengkaderan yang formal? Dijawab, bahwa ketika masuk seharusnyalah mereka di seleksi dahulu, untuk mengetahui komitmen mereka masuk menjadi karyawan di AUM. Bagi mereka yang telah masuk, kata beliau teruslah untuk digembleng, pengakderan formallah yang tepat. Atau bahkan beliau menambahkan kalau bisa sebelum masuk, mereka telah disiapkan dahulu untuk menjadi karyawan Muhammadiyah. Maka sangatlah penting kalau diadakan oleh Muhammadiyah di Perguruan Tinggi sebuah fakultas Kemuhamadiyahan guna menjadi guru kemuhamadiyahan.
Kenapa Pengkaderan di Muhammadiyah khususnya sekolah tidak menjadikan lulusan sekolah Muhammadiyah betul-betul aktif di persyarikatan Muhammadiyah ?tanya redaksi pada beliau. jawabnya; Muhammadiyah bukan menjadikan mereka menjadi organisasi Mainded, Muhammadiyah hanya menghidupkan fikir mereka. Muhammadiyah adalah organisasi terbuka sehingga mereka para lulusan Muhammadiyah ketika kembali ke masyarakat, maka mereka dengan pola fikir Muhammadiyah dapat melakukan perubahan, sekalipun bukan dalam lingkup Persyarikatan Muhammadiyah. Fenomena yang ada adalah bahwa tidak semua orang yang sekolah di Muhammadiyah aktif menjadi kader di Muhammadiyah. Akan tetapi ada kader yang tidak sekolah di Muhammadiyah malahan menjadi kader Muhammadiyah yang bagus.
Oleh karena itu, pak Maftuh menyayangkan Organisasi Otonom seperti Pemuda Muhammadiyah, NA, IPM dan lain-lain sampai saat belum bisa mencetak kader yang diinginkan oleh persyarikatan. Salah satu sebab kata beliau adalah kurangnya perhatian dari Majelis tentang Ortom. Seolah-olah ortom agak telupakan padalah merekalah yang nantinya akan menggantikan amanah estafet kepemimpinan di Muhammadiyah.
Dengan keadaan yang semacam inilah, kata beliau pengkaderan Muhammadiyah sangatlah lemah. Hal yang sama di sampaikan oleh salah satu anggota ketua PDM Kebumen, Bapak M.Zairin bahwa beliau mengeluh tentang kader Muhammadiyah yang sangat sedikit. Kita ini miskin kader, untuk mencari Imam masjid saja sangatlah kesulitan, itu yang dicontohkannya. Maka langkah yang tepat adalah bagaimana Muhammadiyah melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pembibitan kader di segala bidang termasuk mubaligh dan imam Masjid. Oleh karena itu pengkaderan itu sangat pentingdan sesegera mungkin untuk dilaksanakan.
SEKOLAH KADER “Adakah?”Adapun pendapat dari ketua Aisyiyah Kebumen Ibu Koen Farichah bahwa Ada beberapa modal pengkaderan di Aisyiyah yang sudah berjalan yaitu Pertama bersifat formal dan keharusan, bagi pimpinan maupun Pimpinan AUM (amal Usaha Muhammadiyah) seperti Refresing Pimpinan, Pelatihan Mubalighah, pelatihan instruktur dan TOT (training of trainer). Kedua, bersifat alamiyah lewat keluarga yakni putra-putri aktifis Muhammadiyah/Aisyiyah menjadi pimpinan juga karena dilibatkan sejak dini. Ketiga, kader kintilan yakni AMM putri diajak serta oleh Aisyiyah hanya sekedar ikut dan mengkawal, dari situlah akhirnya bisa melanjutkan dakwah. Keempat, tanpa pengkaderan dan tanpa melihat kriteria Pimpinan sesuai(ART “aisyiyah BAB VI pasal 16) dapat pula jadi kader dan menduduki jabatan pimpinan karena persyaratan dipersingkat menjadi mau dan mampu. Kenyataan di Kebumen, mencari kader sulit sehingga di su

Selasa, 06 Oktober 2009

silahkan

mgmppaijateng.blogspot.com bisa dikunjungi

REDAKSI TAFAHUM

PENASEHAT : H.M. ABDUH HISYAM, MUL'AN ANNAFATY
PENANGGUNG JAWAB : PDPM KEBUMEN
PIMPINAN UTAMA : YUONO AJI
PIMPINAN PERUSAHAAN : WAHIDUN KUSNIANTO
PIMPINAN REDAKSI : IMAM ROMZAN F
STAF REDAKSI : YANUAR HERI, FIRMAN AMRI, MISKUN
HUMAS : SULTON NASIR, IMAM SUHENDRO, BUDI SYA'BANI
ALAMAT : Jalan Indrakila 38A kebumen 54311