Rabu, 07 Oktober 2009

SEKOLAH KADER “Adakah

Sudah diakui sejak awal-awal berdirinya Muhammadiyah, bahwa pendidikan di Muhammadiyah dalam hal ini sekolah-sekolah formalnya didirikan bertujuan untuk mencetak kader-kader Muhammadiyah yang berkualitas baik dan segi akademik maupun keagamaannya. Sehingga diharapkan mampu menjadi generasi penerus gerakan Muhammadiyah yang akan datang. Tujuan tersebut mungkin awalnya dapat dikatakan berhasil karena sudah banyak kader-kader Muhammadiyah yang dicetak lewat sekolah - sekolah Muhammadiyah. Tapi seiring berjalannya dengan waktu khususnya di kabupaten Kebumen dan mungkin di semua tempat pada umumnya kemampuan sekolah-sekolah Muhammadiyah dalam mencetak kader terjadi penurunan baik segi kuantitas maupun kualitas.
Hal ini dapat dilihat dari berapa tiap tahunnya lulusan Sekolah-sekolah Muhammadiyah dan berapa persen yang kemudian aktif di Muhammadiyah maupun ortom-ortomnya. Bahkan berapa persenkah yang cukup sekedar menjadi simpatisan Muhammadiyah. Hal ini diperparah dengan tingkat kepercayaan warga Muhammadiyah sendiri yang rendah terhadap sekolah-sekolah Muhammadiyah sehingga lebih memilih menyekolahkan putra-putrinya di sekolah negeri. Bila ditanyakan pada mereka alasannya, karena Sekolah - sekolah Muhammadiyah kurang bermutu, khususnya yang berada di pedesaan.
Melihat dari fenomena tersebut maka sudah perlu dikaji ulang tentang system pendidikan di Muhammadiyah sehingga tujuan awal untuk mencetak kader-kader berkualitas dapat dicapai. Oleh karena itu langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada sekolah Muhammadiyah adalah bagaimana warga Muhammadiyah membuat sekolah itu menjadi bermutu bukan malah ditinggalkan, lari ke sekolah lain.
Majelis Dikdasmen yang mempunyai peran disini dituntut lebih aktif untuk membuat sebuah kebijakan yang dapat dipakai dan diterapkan oleh semua sekolah Muhammadiyah Bukan hanya sekedar menyalahkan menajemen/Pengelola Sekolah dalam hal ini Kepala Sekolah dan guru. Kebijakan umum adalah sangat perlu di buat oleh Majelis, adapun kebijakan lokal harus tetap dihormati karena itu merupakan potensi di setiap sekolah. Kedua-duanya yaitu kebijakan umum yang kuat dari Pimpinan Muhammadiyah dan kebijakan lokal hasil budaya yang ada di sekolah haruslah disinkronkan dan dipadukan. Sekiranya kebijakan Umum harus mengambil peran lebih utama maka dengan sangat terpaksa kebijakan lokal sekolah haruslah dikorbankan, demikian juga sebaliknya, namum tetap kebijakan Umum harus menambil peran yang lebih karena untuk menjadi dasar hittah perjuangan di Muhammadiyah.
Peran aktif dari semua pihak, dalam hal ini adalah warga Muhammadiyah haruslah terus berjalan. Ketika semua warga mengambil perannya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing maka hal yang menjadi kendala dan hambatan dengan sendirinya akan terselesaikan. Akan tetapi disini peran dari Majelis haruslah mengambil peran yang lebih utama, mulai dari perencanaan, pemetaan, pengorganisasian, pengontrolan dan evaluasi serta pembinaan sekolah Muhammadiyah. Yang tidak kalah pentingnya pembinaan dan peneguhan Idiologi bagi para pendidik dan tenaga kependidikan harus terus berjalan sebagai alat untuk mengembalikan dan meneguhkan kembali bahwa memperjuangankan Sekolah Muhammadiyah memiliki karakteristik dan corak yang tersendiri.
Yang perlu diperhatikan juga adalah bagaimana membentuk sekolah berkualitas tetapi tetap bisa mengakomodasi masyarakat kurang mampu. Untuk mengatasi hal yang semacam itu sekolah harus memutar strategi, dalam hal ini ulet mencari terobosan-terobosan yang jitu, seperti mengusahakan beasiswa dari pemerintah, mencarikan donator /orang tua asuh bagi siswa-siswa kurang mampu dan dengan cara subsidi silang oleh wali murid yang mampu.
Guna menjaga dan mempertahankan kualitas sekolah Muhammadiyah cara yang lain adalah dengan cara selektif dalam penerimaan peserta didik baru. Bagi sekolah-sekolah yang telah memenuhi kuota murid jangan sampai karena pendaftar melebihi kebutuhan sekolah dengan semangatya mengambil semua. Akibatnya kualitas sekolah akan dengan menurun dikarenakan tidak diimbangi oleh rasio jumlah guru dengan anak didik. Bagi sekolah Muhammadiyah yang peserta didiknya kurang dari kapasitas yang diinginkan maka disini guru harus berusaha semaksimal mungkin agar supaya peserta didik yang terbatas tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa, tentunya kita ingat dengan kisah Laskar pelangi. Oleh karena itu disini dituntut tenaga pendidik harus memiliki keikhlasan dalam mendidik dan pantang menyerah. Majelis dalam posisi ini haruslah memposisikan lebih karena mereka para pendidik akan tetap diayomi dan diperhatikan oleh yayasan yaitu Persyarikatan Muhammadiyah.
Apabila Sekolah Muhammadiyah dapat memberikan pelajaran yang bermutu dan menghasilkan lulusan yang bermutu maka kepercayaan masyarakat pada sekolah Muhammadiyah akan timbul kembali. Kemudian bagaimana siswa-siswinya dididik untuk diharapkan menjadi kader Muhammadiyah di masa yang akan datang, sehingga sekolah Muhammadiyah sebagai ujung tombak pengkaderan dapat tajam kembali ? Oleh karena itu diharapkan pada setiap pelajaran, guru haruslah berperan sebagai orang Muhammadiyah, sampaikan hal-hal yang bersangkutan dengan Muhammadiyah atau keislaman pada materi pelajaran yang mereka sampaikan kepada muridnya walaupun sedikit. Maka disitu murid kan terbiasa dengan situasi dan budaya Muhammadiyah karena untuk menambahkan jam pelaaran Kemuhammadiyahan dan Al Islam tidaklah mungkin.
Dari hal tersebut, tenaga Pendidik dan kependidikan di sekolah Muhammadiyah haruslah memiliki wawasan idiologi bermuhammadiyah walaupun sedikit. Apalagi seorang Kepala sekolah sebagai leader dari sekolah haruslah menjadi ujung tombak dari pengakaderan yang ada. Untuk menjadikan mereka para tenaga pendidik memiliki wawasan kemuhammadiyahan dan beridiologikan Muhammadiyah maka mereka haruslah melalui jenjang pengkaderan yang ada di Muhammadiyah, mulai dari Darul Arqom atau sistem pengkaderan yang lain. Sangatlah naïf apabila seorang yang bukan beridiologikan Muhammadiyah menjadi alat pengakderan di Muhammadiyah khususnya di sekolah Muhammadiyah. Jalan lain adalah bagaimana tenaga pendidik dan kependidikan terus menghidup-hidupi Muhammadiyah dengan tidak hanya memberikan pelajaran di kelas. Adalah mereka haruslah terlibat langsung dengan keorganisasian otonom yang ada di Muhammadyah. Bagi mereka yang perempuan masuklah di Aisyiyah atau NA, bagi yang laki-laki masuklah menjadi aktif di setiap kegiatan yang diselenggarakan Muhammadiyah atau bahkan menjadi pengurus Ranting atau cabang, atau bagi yang masih muda aktiflah di Pemuda Muhammadiyah. Dengan begitu mereka dengan sendirinya merasa memiliki Muhammadiyah. Kesemuanya dituntut keikhlasan dan pengorbanan. Seperti yang dipesankan oleh pendiri Muhammadiyah K.H.Ahmad Dahlan: Kutitipkan kepadamu Muhammadiyah, Hidup-hidupilah Muhammadiyah jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah. Pesan ini haruslah dicermati bukan sekedar kita pasif tetapi haruslah aktif bagaimana agar bisa hidup maka berbuatlah.red

Tidak ada komentar:

Posting Komentar