Rabu, 07 Oktober 2009

PENDIDIKAN; mencetak kuli atau khalifah ?

Achmad Marzoeki *)
Dalam surat Al Baqarah ayat 30 secara gamblang dinyatakan bahwa AllahSWT menciptakan manusia (Adam)adalah untuk menjadi pengelola bumi beserta seluruh isinya (khalifatullah fil ardh). Kewenangan manusiayang diberikan Allah SWT tersebut semakin ditegaskan lagi dalam suratAr Rahman ayat 33, “Hai sekalian jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamutidak dapat menembusnya melaikan dengan kekuatan.” Sungguh demikianbesar kewenangan sekaligus amanah yang diberikan Allah SWT kepadakita, umat manusia. Amanah yang demikian mulia tersebut kini mengalami penurunan yang demikian drastis di kalangan umat Islam Indonesia, baik disengaja atau tidak. Banyak orang tua terjebak mencukupkan diri mendidik anaknya sebatas menjadi kuli ! Sehingga lembaga-lembaga pendidikan formaldengan embel-embel “lulusannya langsung ditempatkan” atau minimal“lulusannya siap kerja” menjadi prioritas pilihan orang tua bagi tempat pendidikan anak-anaknya. Orang-orang tua – dan akhirnya juga anak-anaknya – lebih bangga menjadi pegawai, apalagi di instansi pemerintah atau perusahaan yang bonafid. Padahal pegawai, karyawan,pekerja, buruh, kuli status sosialnya sama saja, orang bayaran yang kedudukannya sangat tergantung pada yang membayarnya. Yang membedakan hanyalah bidang pekerjaannya. Sedikit sekali orang tua yang dengan sadar mendidik anaknya untuk menjadi wirausaha, mengembangkan kreasi membuka usaha sendiri. Kebiasaan yang kemudian berkembang ketika saling bertegur sapa adalah, “Sekarang kerja di mana ?” Sangat jarang kita mendengar teguran, “Membuka usaha apa sekarang ?” atau yang lebihnetral, “Apa kegiatannya sekarang ?”Lingkaran Setan Mentalitas kuli, bisa jadi merupakan warisan penjajahan yang demikian lama bercokol di tanah air kita dan demikian sulit untuk dihilangkan. Kalimat “menjadi tuan di negeri sendiri” yang telah dicoba dilekatkan terhadap berbagai karya anak negeri ini, banyak yang terhenti sebatasslogan, selanjutnya terpinggirkan dan kalah bersaing dengan beragam karya negara lain yang membanjiri pasar. Coba saja periksa di rumah kita masing-masing, bisa jadi lebih banyak barang dengan label “made in Cina” dibanding “made in Indonesia”. Mentalitas kuli membuat paraorang tua ketika memikirkan pendidikan anaknya, yang terpikir adalah bagaimana menjadikannya “kuli terbaik” bagi majikan yang bonafid. Kemiskinan dan ketakutan kalau harus hidup miskin, meski hidup di negara dengan sumber daya alam yang melimpah, merupakan faktor berikutnya yang mendorong para orang tua berpikir dangkal dan demikian pragmatis terhadap pendidikan anaknya. Keluhan “pendidikan mahal”acapkali kita dengar, karena yang dimaksud adalah biaya untuk mengikuti kegiatan pendidikan di lembaga pendidikan formal. Sehingga para orang tua juga seringkali tidak bisa mendefinisikan substansikewajibannya, mendidik anaknya atau “hanya” menyediakan biaya pendidikan (formal) bagi anaknya. Akibatnya banyak orang tua yang beralasan “demi pendidikan anaknya” malah melalaikan kewajiban “mendidik anaknya”. Kalau kita perhatikan para tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, baik laki-laki maupun perempuan, tidak sedikit yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Siapa yang mendidik anaknya ketika ditinggal ke luar negeri selama beberapa tahun ? Benarkah peningkatan penghasilan mereka, karena bekerja di luar negeri membuat pendidikan anaknya menjadi lebih baik ? Tidak sedikit pula pasutri(pasangan suami istri), dengan alasan yang hampir sama, kemudian bekerja di kota-kota besar tapi menitipkan anak kepada orang tuanya dikampung halaman. Sekolah terus kerja (kantoran). Akhirnya begitu singkat dan linier pemahaman tentang pendidikan, baik di benak orang tua maupunanak-anaknya. Karena itu tidak perlu heran kalau kita kebetulan membaca sebuah pesan iklan “matematika + bahasa Inggris = sukses”.Hasil dari pemahaman pendidikan seperti itu bisa kita lihat danrasakan sekarang. Secara fisik, di Indonesia pembangunan memang sudahdemikian pesat. Namun dari sisi sistem sesungguhnya belum banyak yang berubah. Meski pemberantasan korupsi konon sudah gencar dilakukan sehingga menjadi rebutan klaim berbagai pihak dalam kampanye pemilu legislatif maupun pilpres, kenyataannya masih sering kita dapati pungutan tidak resmi setiap kali mengurus berbagai macam perijinan. Secara umum dalam kehidupan bernegara kita masih lebih banyak menonjolkan figur daripada membangun sistem kenegaraan yang efektif. Mentalitas kuli, kemiskinan, orientasi pendidikan yang keliru dan rendahnya kualitas sumber daya manusia, menjadi bagian dari lingkaran setan yang harus dipotong, betapapun sulitnya. Ketika perut lapar,wajar tidak bisa diajak memikirkan sesuatu selain bagaimanamendapatkan makanan. Namun ketika perut sudah kenyang, apakah juga tetap hanya bisa memikirkan cara mendapatkan makanan saja ? Ketika lapangan kerja sangat terbatas, merasa cukup dengan bisa bekerja menjadi kuli adalah wajar. Tapi kalau seumur hidup puas hanya menjadikuli tanpa ada pemikiran dan upaya mengubah status menjadi majikan jelas sesuatu yang memprihatinkan. Merujuk pada piramida kebutuhan Maslow, maka manusia yang normal tidak hanya puas dengan terpenuhinya kebutuhan fisik (pangan, sandang dan papan) semata yang merupakan kebutuhan terendah. Normalnya setiap manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi sehingga akhirnya bisa berakutalisasidiri. Meminjam ungkapan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a., “Barangsiapa yang hanya memikirkan isi perutnya maka harga dirinya tidak lebih dari apa yang keluar dari perutnya”. Reorientasi pendidikan adalah salah satu langkah yang harus dilakukan. Karena orientasi pendidikan yang keliru membuat seseorang tidak termotivasi untuk memenuhi kebutuhan tingkatan berikutnya. Jika dikaitkan dengan praktek kehidupan beragama, fenomena ini bisamenjelaskan mengapa setiap hari Jum’at, setiap bulan Ramadhan sampai Syawal, demikian banyak pengemis yang meminta sedekah. Padahal secara fisik mereka sehat-sehat saja, terbukti mampu berjalan kaki menempuh perjalanan yang cukup jauh. Mentalnyalah yang sakit, lebih merasa memiliki hak atas sebagian rezeki orang lain ketimbang merasa memilikikewajiban mencari rezeki sendiri yang halal dengan cara yang lebih bermartabat. Dalam skala yang lebih luas, kondisi ini menjelaskan mengapa perekonomian Indonesia kini tertinggal oleh banyak negara lain, termasuk negara tetangga Malaysia yang dulu justru banyak belajar ke Indonesia. Terlalu dominan orang yang lebih mengedepankan kenyamanan ketimbang mencoba memanfaatkan peluang. Akibatnya sektor riil bergerak lamban, karena mayoritas orang lebih suka menabung, membeli saham atau mendepositokan dana yang dimiliki ketimbang menggunakannya untuk modal membuka usaha.Membangun Kecerdasan “Didiklah anakmu, karena dia akan hidup di suatu masa yang bukan masamu,” begitu pesan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. Pesan yang sederhana tapi cukup bermakna. Kenyataannya kesadaran bahwa tantangan dan persoalan masa depan akan jauh berbeda dengan sekarang seringkali kurang dimiliki para orang tua sehingga kemudian mereka cenderungmendikte anak-anaknya. Menjadikan anak-anaknya sebagai fotokopi dirinya. Akibatnya banyak anak-anak yang kemudian menjadi korban obsesi orang tuanya, gagal mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Padahal tidak semua anak dokter berpotensi menjadi dokter, anak seniman tidak selalu berbakat menjadi seniman pula. Proses pendidikanlah yang seharusnya menggali dan merumuskan bakat anak-anak tersebut dan bagaimana kemudian mengembangkannya. Pendidikan seharusnya mampu membangun kecerdasan manusia. Dahulukecerdasan hanya dilekatkan pada otak atau pikiran, sehingga kita hanya mengenal IQ (Intelegence Quotient) atau tingkat kecerdasan (pikiran). Sekarang banyak pakar pengembangan sumber daya manusia yang kemudian mengedepankan teori kecerdasan emosi, kecerdasan emosional-spiritual, kecerdasan sosial dan lain sebagainya. Kecerdasan-kecerdasan seperti ini sepertinya susah diharapkan tumbuh dan berkembang dalam lingkungan lembaga pendidikan formal. Sehingga seharusnya pendidikan formal memang ditempatkan sebagai pendamping, karena ilmu pengetahuan hakekatnya adalah formulasi dari pengalaman masa lalu yang suatu saat bisa digugurkan formula baru yang lebih mutakhir. Keluargalah yang semestinya menjadi basis pendidikan untuk membangun kecerdasan. Kondisi sekarang terbalik, pendidikan formal menjadi tumpuan segalanya. Sementara pendidikan dalam keluarga kurang begitu diperhatikan, jika tidak bisa dikatakan terabaikan. Sangat sedikit orang tua yang merasa perlu membekali diri dengan kemampuan mendidik anak dan sepenuhnya menyerahkan pendidikan anaknya kepada lembaga-lembaga pendidikan formal. Apalagi sekarang sudah banyak berkembang lembaga-lembaga pendidikan terpadu, dari Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) sampai ke boarding shool di tingkat sekolah lanjutan, di mana murid-muridnyadiasramakan. Praktis lebih banyak waktu anak-anak yang dihabiskan di lingkungan lembaga pendidikan formal ketimbang lingkungan keluarganya.Secara akademis, perkembangan anak-anak bisa jadi semakin baik, namun tidak ada yang bisa menjamin perkembangan emosional dan empati sosialnya menjadi lebih baik. Ketidakseimbangan perkembangan akademis dengan emosional dan empati sosial ini pada akhirnya hanya melahirkan “kuli-kuli” baru. Karena yang tertanam dalam diri mereka adalah bagaimana menguasai pengetahuan dan teknologi agar kelak bisa menjadi “kuli” di lembaga-lembaga yang bonafid. Masih sulit untuk berharap lahirnya generasi yang bermental khalifah yang memiliki jiwa kepemimpinan dan kepekaan terhadap persoalan lingkungan sekitarnya danberusaha ikut menemukan solusinya. Wallahu a’lam.*) Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Pucuk Pimpinan GerakanPemuda Islam Indonesia (PP-GPII) dan anggota Jaringan Intelektual MudaMuhammadiyah (JIMM), saat ini tengah mengikuti Program S2 ManajemenPembangunan Daerah Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi – LembagaAdministrasi Negara (STIA-LAN) Jakarta.

AKIBAT DARI SIFAT SERAKAH

AKIBAT DARI SIFAT SERAKAH

Sulton Nasir

Dahulu kala ada sebuah kerajaan yang dipimpim oleh seorang raja yang sangat bijaksana dan kerajaan itu sangat kaya dan kehidupan rakyatnya pun sangat makmur.Meski demikian masih ada kekurangan dari raja itu.Sang raja belum memiliki anak yang suatu hari akan mewarisi singgah sana sebagai raja.Karena keinginan raja memiliki anak si raja harus menikah empat kali bersama permaisyuri cantik.Singkat cerita sang raja pun di anugerahi anak kembar dari pernikahan istri yang keempat.begitu bahagianya sang raja atas anugerah yang di dapatkannya dengan serta merta di bawalah anak sang raja dan di pamerkan dihadapan rakyatnya bahwa sang raja sekarang sudah punya anak sebagai penerus kerajaan.kebahagiaan si raja dirayakan dengan sebuah pesta yang sangat meriah.Sang buah hati di beri nama sholeh dan si rabah maka dididiklah ke dua buah hatinya dalam sebuah kerajaan dengan penuh kasih sayang.lambat tahun anak raja beranjak besar.
Tapi sungguh disayang anak raja mempunyai watak yang bertolak belakang.si sholeh adalah anak yang taat beribadah dan sedangkan si rabah anak yang sangat nakal sekali.tidak terasa si Sholeh dan Si Rabah sudah mulai beranjak dewasa.Makin bertambahnya usia si raja mulai tua. Karna kenakalan si rabah raja selalu memikirkan si rabah hingga tutup usia.Kerajaan pun harus diwariskan kepada anak-anaknya tapi dasar rabah anak yang serakah dia ingin menguasai semua harta kekayaan kerajaan.maka di usirlah si sholeh dari kerajaan.karna sholeh anak yang taat beribadah dan tidak suka adanya pertengkaran sesama saudara maka si sholeh mengalah untuk pergi dan hanya membawa pancing yang dia miliki.selama hidup dikerajaan dan memimpin kerajaan si rabah hidupnya hanya menghambur-hamburkan harta kekayaan kerajaan.lama kelamaan kerajaan si rabah menjadi kerajaan yang sangat miskin sekali.Hingga akhirnya kerajaan si rabah di jajah oleh kerajaan lain dan kerajaan rabah mengalami kekalahan.
Si Rabah mulai kebingungan saat dalam keadaan bingung si rabah baru ingat dengan sudaranya yaitu si sholeh.maka di carilah si sholeh oleh rabah dan akhirnya kedua saudara itu bertemu.Rabah penasaran dengan sholeh selama ini sholeh bisa hidup mengandalkan apa padahal sholeh tidak punya apa-apa.Akhirnya rabah mencari tahu dengan cara mengintai apa yang dilakukan oleh sholeh selama ini.Rabah sangat terkejut sekali dimana sholeh hidup hanya mengandalkan pancing yang dia bawa kala sholeh meninggalkan kerajaan dulu.Dasar rabah anak yang tidak tahu diri dan terimakasih rabah mencuri pancing yang sholeh miliki.akhirnya rabah memancing di suatu telaga yang sangat besar sekali .Sedikit demi sedikit rabah mendapatkan ikan.rabah merasa sangat bahagia sekali.dasar rabah anak yang serakah rabah ingin mendapatkan ikan yang banyak dengan harapan bisa di jual dan rabah bisa kembali kaya .tapi tanpa rabah sadari kapal yang dinaiki rabah lama kelamaan tenggelam dan akhirnya rabah meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan.

SANTRI YANG CINTA TANAH AIR

Mas Mansur lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 Masehi di Surabaya. Ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama KH. Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya.
Dia berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura. Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Agung Ampel Surabaya, suatu jabatan terhormat pada saat itu.
Masa kecilnya dilalui dengan belajar agama pada ayahnya sendiri. Di samping itu, dia juga belajar di Pesantren. Pada tahun 1908, oleh orang tuanya disarankan untuk menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah, Setelah kurang lebih empat tahun belajar di sana, situasi politik di Saudi memaksanya pindah ke Mesir. Di Mesir, dia belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun pidato. Mas Mansur juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya. Ia berada di Mesir selama kurang lebih dua tahun. Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah dulu di Makkah selama satu tahun, dan pada tahun 1915 dia pulang ke Indonesia.
Sepulang dari belajar di Mesir dan Makkah, ia menikah dengan puteri Haji Arif yaitu Siti Zakiyah dan dikaruniai enam orang anak, yaitu Nafiah, Ainurrafiq, Aminah, Muhammad Nuh, Ibrahim dan Luk-luk. Di samping menikah dengan Siti Zakiyah, dia juga menikah dengan Halimah. Dia menjalani hidup dengan istri kedua ini tidak berlangsung lama, hanya dua tahun, karena pada tahun 1939 Halimah meninggal dunia.
Langkah awal Mas Mansur sepulang dari belajar di luar negeri ialah bergabung dalam Syarikat Islam. Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah, yaitu terjadinya pergolakan politik, maupun di Mesir, yaitu munculnya gerakan nasionalisme dan pembaharuan merupakan modal baginya untuk mengembangkan sayapnya dalam suatu organisasi. Pada saat itu, SI dipimpin oleh HOS Cokroaminoto, dan terkenal sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner. Ia dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar SI.
Di samping itu, Mas Mansur juga membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah yang diberi nama Taswir al-Afkar (Cakrawala Pemikiran). Terbentuknya majelis ini diilhami oleh Masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut kekolotan. Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang membahas masalah-masalah yang bersifat keagamaan murni sampai masalah politik perjuangan melawan penjajah.
Aktivitas Taswir al-Afkar itu mengilhami lahirnya berbagai aktivitas lain di berbagai kota, seperti Nahdhah al-Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang menitikberatkan pada pendidikan. Sebagai kelanjutan Nahdhah al-Wathan, Mas Mansur dan Abdul Wahab Hasbullah mendirikan madrasah yang bernama Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah Air), kemudian madrasah Ahl al-Wathan (Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far'u al-Wathan (Cabang Tanah Air) di Gresik dan Hidayah al-Wathan (Petunjuk Tanah Air) di Jombang. Kalau diamati dari nama yang mereka munculkan, yaitu wathan yang berarti tanah air, maka dapat diketahui bahwa kecintaan mereka terhadap tanah air sangat besar. Mereka berusaha mencerdaskan bangsa Indonesia dan berusaha mengajak mereka untuk membebaskan tanah air dari belenggu penjajah. Pemerintahan sendiri tanpa campur tangan bangsa lain itulah yang mereka harapkan.
Mas Mansur juga banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot. Pikiran-pikiran pembaharuannya dituangkannya dalam media massa. Majalah yang pertama kali diterbitkan bernama Suara Santri, dan majalah Jinem merupakan majalah kedua. Majalah ini terbit dua kali sebulan dengan menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab. Kedua majalah tersebut merupakan sarana untuk menuangkan pikiran-pikirannya dan mengajak para pemuda melatih mengekspresikan pikirannya dalam bentuk tulisan. Melalui majalah itu Mas Mansur mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan kemusyrikan dan kekolotan. Di samping itu, Mas Mansur juga pernah menjadi redaktur majalah Kawan Kita di Surabaya.
Tulisan-tulisan Mas Mansur pernah dimuat di Majalah Siaran dan Majalah Kentungan di Surabaya; Penaganjur dan Islam Bergerak di Yogyakarta; Panji Islam dan Pedoman Masyarakat di Medan dan Adil di Solo. Di samping melalui majalah-majalah, Mas Mansur juga menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain yaitu Hadits Nabawiyah; Syarat Syahnya Nikah; Risalah Tauhid dan Syirik; dan Adab al-Bahts wa al-Munadlarah.
Di samping aktif dalam bidang tulis-menulis, dia juga aktif dalam organisasi. Pada tahun 1921, Mas Mansur masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansur dalam Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan.
Mas Mansur dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas Mansur terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah terhadap kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan Muhammadiyah, bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode Mas Mansur juga banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas, dan progresif.
Kepemimpinannya ditandai dengan kebijaksanaan baru yang disebut Langkah Muhammadiyah 1938-1949. Ada duabelas langkah yang dicanangkannya. Selain itu, Mas Mansur juga banyak membuat gebrakan dalam hukum Islam dan politik ummat Islam saat itu. Yang perlu untuk pula dicatat, Mas Mansur tidak ragu mengambil kesimpulan tentang hukum bank, yakni haram, tetapi diperkenankan, dimudahkan, dan dimaafkan, selama keadaan memaksa untuk itu. Ia berpendapat bahwa secara hukum bunga bank adalah haram.
Dalam perpolitikan ummat Islam saat itu, Mas Mansur juga banyak melakukan gebrakan. Sebelum menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansur sebenarnya sudah banyak terlibat dalam berbagai aktivitas politik ummat Islam. Setelah menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, ia pun mulai melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), Partai Islam Indonesia (PII). Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Mas Mansur termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas Mansur.
Katerlibatannya dalam empat serangkai mengharuskannya pindah ke Jakarta, sehingga Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagus Hadikusumo. Namun kekejaman pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap rakyat Indonesia menyebabkannya tidak tahan dalam empat serangkai tersebut, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Surabaya, dan kedudukannya dalam empat serangkai digantikan oleh Ki Bagus Hadikusumo. Ketika pecah perang kemerdekaan, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946. Jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya. Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin.

Mencetak Pribadi Tangguh

Oleh : Arif Nur Chakim, S.Psi*
Ada pelajaran menarik dari perajin keramik. Pada mulanya perajin mencari tanah liat untuk dijadikan bahan baku keramik. Kemudian tanak liat tersebut mulai dibuat adonan dengan campuran air. Setelah itu tanah tersebut “diuleni” atau diremas-remas dan “dipok-pok” atau dibanting-banting. Wal hasil tanahpun menjadi lebih lentur. Ditaruhlah tanah tersebut di atas alat pencetak keramik. Dengan alat itu tanah berputar dan membentuk pola yang sesuai dengan kemauan perajin keramik. Setelah menjadi pola, tanah tersebut didiamkan hingga kering dan diberi lapisan pernis agar pola keramik menjadi mengkilap. Baru didiamkan hingga kering dan jadilah keramik yang bagus dan mahal harganya.
Penggalan cerita di atas bisa kita ambil ibrohnya bahwa keramik yang mahal awal mulanya terbentuk dari tanah liat yang kotor. Sama dengan seorang yang mempunyai pribadi yang tangguh tentu berawal dari pribadi-pribadi sebagaimana pada umumnya orang. Karena tempaan-tempaan ujianlah seseorang mempunyai pribadi yang tangguh.
Nah sekarang yang menjadi masalah adalah tidak setiap orang bisa menerima tempaan-tempaan ujian. Banyak orang frustasi karena persoalan yang mendera hidupnya. Banyak yang melarikan diri dari masalah atau dalam psikologi dikenal dengan flight (lari dari masalah). Putus asa dan tidak ada harapan lagi untuk hidup, seolah-olah semua sudah mati. Banyak orang yang bunuh diri karena merasa masalah yang dideritanya sedemikian berat. Jelas, pribadi semacam ini adalah pribadi yang lemah.
Selain itu ada dua kharakter respon terhadap ujian atau masalah. Yang pertama, locus of control (LOC) internal, maksudnya ketika seseorang menghadapi masalah akan cenderung mengoreksi dirinya sendiri, mencari kelemahan sendiri dan berusaha memperbaiki diri. Yang kedua, locus of control (LOC) eksternal, maksudnya ketika seseorang memiliki masalah biasanya yang disalahkan orang lain dan semua penyebab di luar dirinya. Seorang pribadi yang tangguh tentu mempunyai LOC internal yang tinggi dibandingkan dengan LOC eksternal. Demikian sebaliknya pribadi yang lemah biasanya ketika ada masalah yang di salahkan orang lain.
Sebenarnya setiap orang pasti akan dihadapkan dengan ujian. Tidak ada manusia hidup tanpa masalah. Bahkan dalam Islam seseorang belum dikatakan beriman sebelum dirinya diuji. Ujian menjadi parameter keimanan. Semakin beriman seseorang tentu ujian yang dialaminya semakin berat. Maha Suci Allah SWT yang sangat mengetahui kadar keimanan seseorang sehingga tahu kadar ujian yang pas untuk seseorang.
=Å¡ymr& â¨$¨Z9$# br& (#þqä.uŽøIムbr& (#þqä9qà)tƒ $¨YtB#uä öNèdur Ÿw tbqãZtFøÿムÇËÈ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? “(QS. Al ‘Ankabuut:2)

Ada beberapa tips agar pribadi menjadi tangguh dan tahan terhadap ujian :
a. Yakinilah bahwa Allah tidak akan menguji seseorang melebihi kadar keimanan seseorang, sehingga kita selalu positif thinking terhadap Allah.
Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèó™ãr 4
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al Baqoroh : 286)
b. b. Di balik ujian pasti ada kemudahan :
¨bÎ*sù yìtB ÎŽô£ãèø9$# #·Žô£ç„ ÇÎÈ ¨bÎ) yìtB ÎŽô£ãèø9$# #ZŽô£ç„
“ Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS,Alam Nasyrah: 5-6)
Ada hikmah dibalik ujian. Tidak ada ujian diberikan tanpa maksud dan tujuan. Dan maksud dan tujuan setiap ujian pasti positif. Maknailah setiap ujian sebagai ajang pembelajaran kita. Dengan demikian kita bisa menjadi pribadi yang tangguh.

DIBENCI NAMUN DIBUTUHKAN

Allah SWT berfirman dalan Al Qur’an surat Ali Imron ayat 104 : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”
inilah satu ayat yang melatar belakangi K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 M di Yogyakarta. Demikian juga bapak yang satu ini, Sukirno; Ketua Pimpinan Ranting Roworejo kecamatan Kebumen, Usianya sudah tidak muda lagi 67 tahun lahir tangal 5 juni 1942 tetapi semangat berorganisasi dan dakwahnya di Muhammadiyah tidak mengenal surut.
Beliau awalnya adalah seorang Anggota salah satu ormas Islam lain, namun pada tahun 1969 didatangi oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah, tujuannya adalah untuk diajak bersama-sama dakwah bersama Muhammadiyah dan ternyata merasa cocok dengan kemauan dan pola pikirnya. Pada tahun 1970 secara resmi menjadi anggota Muhammadiyah dan mendirikan Muhammadiyah di desanya serta setahun berikutnya dilantik menjadi ketua PRM Roworejo, Ranting baru yang hadir di kecamatan Kebumen yang beranggotakan dia sendiri, Mad Iksan, Mad Kosim, Dulhamim dan Sujadi kakaknya. Dilantik tahun 1972 oleh ketua PDM H.Mutawali, H.Sahlan Damanhuri dibidang dakwah (alm), Ketua PCM Keb Mujni.
Bapak yang dikaruniai 5 orang anak ini, hidup dengan penuh kesederhanan dan kesahajaan di kalangan masyarakatnya. Mengawali perjuangan untuk berdakwah Muhammadiyah di daerahnya dia mendapatkan simpati dari beberapa teman-temannya, bahkan ketua pemuda salah satu ormas Islam masuk menjadi anggota Muhammadiyah. Keberadaan Muhammadiyah di Roworejo dan masuknya dia menjadi angota Muhammadiyah juga memintakan ijin dan pamitan kepada Pengurus Organisasi Islam sebelumnya. Ini dilakukan supaya tidak menimbulkan rasa curiga dan khawatir dengan keberadaan Muhammadiyah di daerah tersebut.
Karena merasa sangat kurang dalam pengetahuan agamanya, dia belajar kembali dengan memperdalam Ilmu agama di Semarang tahun 1973. Yaitu di Pusat Pendidikan Muhammadiyah, Mushola Karang Tengah Geneng Semarang. Dengan bekal uang seadanya ternyata untuk hidup di Semarang tidaklah cukup, oleh karena itu, dia berjualan Es dari kampung ke kampung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Semarang. Setelah terasa cukup kemudian kembali ke Desanya untuk melanjutkan dakwahnya.
Ketua PRM yang menjabat hingga sekarang ini yang beristrikan Ibu Saminah mendidik anak-anaknya agar mereka semuanya sekolah di Muhammadiyah dengan maksud supaya mereka mejadi kader Muhammadiyah yang nantinya melanjutkan dakwahnya. Usaha untuk melangsungkan kepemiminan organisasi yang Modern, dia selalu lakukan. Caranya dengan selalu mengadakan kegiatan Musyawarah Ranting. Namun karena anggota masih mempercayainya, dialah yang terus menjadi ketua Ranting sampai sekarang.
Hadirnya Muhammadiyah di desanya sejak berdiri ranting Roworejo hingga tahun 1980 belum sepenuhnya diterima secara utuh oleh masyarakat. Buktinya tahun 1982 terjadi suatu peristiwa yang membuat dia sedih yaitu rumahnya di lempari dan di cat dengan kotoran manusia. Ini terjadi karena dia ditawari dan kemudian masuk menjadi anggota partai tertentu yang oleh masyarakat tidak diperkenankan, alasannya anggota Muhammadiyah janganlah masuk pada partai tertentu yang menurut mereka tidak baik. Padahal tujuan dari Pak Sukirno baik, yaitu dengan masuknya dia menjadi anggota Partai maka partai akan siap membantu dan menyokong kegiatan Muhammadiyah. Namun keputusannya menimbulkan hal yang tidak baik dan tidak difahami dan diterima oleh anggota dan masyarakat.
Guna menunjang kegiatan Muhammadiyah di Ranting sehingga mendapatkan simpati dari masyarakat, Pak Kirno nama sapaannya, tetap masih melaksanakan kegiatan yang kultural seperti peringatan-peringatan rajaban, Muludan, ruwahan dll pada awal perkembangan Muhammadiyah. Sehingga mulai tahun 1988 keadaan PRM sudah mulai kondusif dan masyarakat sudah menyatu dengan kegiatan Muhammadiyah dan Alhamdulillah kata beliau anggota dan simpatisan bertambah terus tiap tahunnya. Mulai 1999 sudah tidak melaksanakan peringatan-peringatan hari besar Islam secara kultural
Awalnya adalah ingin mencoba mempelajari akhirnya menikmati menjadi anggota Muhammadiyah, kata beliau ketika berbincang-bincang dengan Redaksi BT. Pada awalnya dicerca masyarakat, Tidak ada teman namun, lama-lama masyarakat mulai menerima keberadaan PRM terutama P. Kirno bahkan sekarang P.Sukirno banyak dibutuhkan oleh masyarakat (khususnya di bidang pertanian) dan sekaligus menjadi ketua RT.
Amal Usaha Muhammadiyah yang dimilki adalah TK aisyiyah yang berdiri di atas tanah yang dibeli secara gotong royong serta pembangunan gedungnya pun dengan cara swadaya masyarakat. Siswa TK Aisyiyah Roworejo sekarang mencaai 50 Siswa dengan guru 2 orang. Serta sebuah Musholla An Nur yaitu Mushalla milik lingkungan tapi yang mengelola adalah orang Muhammadiyah, tempat dimana shalat dan pengajian Ranting diadakan. Kegiatan Ranting yang rutin diselenggarakan antara lain : Pengajian Malam Ahad, Pengajian tangal 1 dan 15 setiap bulan, Pengumpulan zakat dan kegiatan TPQ (Tempat Pendidikan Al Qur’an). Donatur kegiatan yang ada tetap dari anggota Muhammadiyah.
Bapak yang pernah mengikuti pelatihan di bidang pertanian di kebumen yang mengadakan adalah PP Muhammadiyah dan selanjutnya ikut menjadi anggota gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) memiliki obsesi atau cita-cita bagaimana agar masyarakat petani mau berzakat dari hasil pertaniannya.
Inilah potret perjuangan seorang ketua ranting Muhmmadiyah dari sekian ketua ranting yang ada di Kebumen. Mudah-mudahan ini bisa jadi reungan bagi kita, para kader muhammadiyah, sudahkah kita melakukan untuk Muhammadiyah. Kata K.H. Dahlan. Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan hidup di Muhammadiyah.

Syari'at: KEWAJIBAN BERJUANG FI SABILILLAH

Oleh : Mukhdir, S.Ag*

“Pokok pangkal dari urusan ini adalah Islam, tiangnya adalah Shalat dan puncaknya yang tertinggi adalah Jihad”

Belakangan ini kata atau istilah Jihad begitu opuler, ramai jadi perbincangan orang. Jihad memang amalan yang agung bahkan menjadi pucak amalan tertinggi Islam sendiri, namun keagungan amalan tersebut ternoda oleh tangan sebagian umat Islam sendiri dengan menebar teror kekerasan dan intimidasi yang dianggapnya Jihad. Kasus kekerasan tersebut yag kemudian memicu sentiment negatif terhadap amalan jihad yang disyari’atkan Islam. Di sisi lain ada sebagian tokoh Islam yang mempunyai pemikiran pendapat mempreteli amalan jihad dari bangunan syari’at. Dengan berbagai alasan dan dalil-dalil yang dicari-cari, mereka menyempitkan arti jihad, sehingga tidak lebih dari sekedar istilah belaka.

Definisi Jihad
Al Jihad secara bahasa bermakna kesulitan, kesukaran, kepayahan. Jihad secara lafzhi berarti perjuangan, mencurahkan daya upaya. Dan menurut Istilah jihad adalah perjuangan untuk melakukan transformasi, baik dalam dataran individu maupun masyarakat. Sedangkan secara Syar’i bermakna
“Mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi orang kafir atau musuh.”
KEWAJIBAN
BERJUANG FI SABILILLAHJihad mengandung makan bekerja dengan sunguh-sunguh sepenuh hati untuk menyeru menegakkan agama Allah dengan cara menghadapi yaitu memerangi musuh Allah baik yang tampak( kejahatan), maupun yang tidak tampak (syaitan/hawa nafsu). Dalam pandangan Islam, jihad diistilahkan dengan berjuang dan memperjuangkan demi tegakaknya agama Allah baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan jihad tertinggi adalah mengajak pada kebaikan dan menghilangkan serta mencegah kemungkaran.

Perintah dan Hukum Jihad
Sejak kenabian, jihad pertama kali dipakai setelah Nabi hijrah. Adapun Hukumnya masih banyak perselisishan yaitu apakah fardhu ‘ain atau kifayah. Pada zaman setelah Nabi hijrah ada pendapat bila diikuti Rosululah adalah fardhu ‘ain, tapi bila tidak maka hukumnya fardhu kifayah. Ada pendapat menjadi wajib ‘ain bila dipilih oleh Nabi Saw, walauun tidak meju ke medan peperangan. Pada masa setelah kenabian, pendapat yan mashur dikalangan ahlul ‘Ilmi adalah fardhu kifayah, kecuali jikaada keadaan mendesak, tiba-tiba ada musuh.
Jihad merupakan kewajiban atas setiap manusia sesuai dengan kemampuan masing-masing, sebagaimaa ditegaskan oleh Rosulullah saw yang artinya : Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu dengan lisannya, bila tidak mampu maka bencilah kemungkaran itui dengan hatiya, dan itulah merupakan selemah-lemah iman.
Sedangkan dalam Al Qur’an dijelaskan perintah jihad antara lain dalam Q.S. At Taubah ayat 41 yang artinya : Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringa atau berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Q.S. At Taubah : 73 artinya : hai nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-oran munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Q.S. Al Hajj : 78 yang artinya : Dan jihadlah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarya.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, sudah jelas bahwa berjihad hukumnya wajib. Kewajiban adakalanya dengan hati (benci kemungkaran), ada kalanya dengan lisan dan ada kalanya dengan tangan. Adapun dengan hati harus dilakukan setiap saat karena tidak akibat mudharatnya. Kita telah tahu bersama jihad termasuk anjuran maka dalam menjalankan jihad ini tidak boleh melampui batas apalagi apabila sampai madharat atau kerusakan yang timbul lebih besar dari maslahat. Dalam al qur’an disebutkan “ Dan perangilah di jalan allah oran-oran yan memerangi kamu, tapi janganlah kamu melampui batas, karena sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melamui batas”. Q.S. Al Baqarah : 190.

Peneguhan dan Pencerahan IDIOLOGI bagi Kader di AUM

Oleh :Darsum *
Pada Suatu saat nanti banyak orang berbondong-bondong masuk dan bergabung dengan Muhamadiyah, mereka akan berjuang untuk Islam lewat Muhammadiyah, tetapi lebih karena ingin mencari nafkah di Muhammadiyah. Dr Alfin (alm).
Keberadaan karyawan Muhammadiyah bila dirunut ke belakang berangkat dari berbagai kepentingan yang berbeda. Seorang dokter, bidan, atau perwat “bertemu” dengan Muhammadiyah karena profesi mereka. Seorang lulusan FKIP/IKIP menjadi guru di sekolah Muhammadiyah karena kebutuhan kerja. Sementara yang lain bergabung dengan Muhammadiyah karena alasan lain pula. Tidak banyak karyawan Muhammadiyah dilingkungan AUM (Amal Usaha Muhammadiyah) yang memang sengaja awal ingin mengabdikan dirinya berjuang di jalan Allah lewat persyarikatan Muhammadiyah.
Keberagaman mereka sudah tentu menyangkut banyak hal, termasuk di dalamnya tentang pemahaman keagamaan dan persyarikatan itu sendiri. Ringkas kata karyawan Muhammadiyah itu heterogen.
Kita tidak bisa menyalahkan proses rekrutmen karyawan sebab pendirian sebagian besar AUM berangkat dari beberapa orang yang dilakukan dalam keadaan serba susah. Siapapun yang mau bergabung dengan AUM baru tersebut, akan diterima dengan senang hati mengingat pada dasrnya periode perintisan AUM diwarnai dengan semangat pengabdian tanpa mempertimbangkan gaji atau honor. Sering sekali terlontar ucapan” ada yang sudah untung”. Dan ketika kemudian AUM berkembang pesat, persyaratan utama untuk menjadi karyawan lebih ditekankan pada profesi dari pada aspek Al Islam dan Kemuhammadiyahan. Banyak terjadi kader dari IPM, IMM, Pemuda Muhammadiyah atau NA gagal menjadi karyawan karena IP akademik, tes psikologi atau TOEFL yang tidak memenuhi syarat. Sebaliknya banyak calon yang lulus walaupun tidak mengenal MUhammadiyah sama sekali.
Menyadari realitas di atas, menjadi kewajiban Pimpinan AUM memiliki peta karyawan Muhammadiyah yang meliputi a) Kemampuan baca tulis Al Qur’an, b) Pemahaman Keagamaan dan Kemuhammadiyahan, dan c) Keterlibatan mereka pada Persyarikatan.
Pernah dijumpai seorang karyawati (juru masak) yang telah bekerja 10 tahun di PKU Muhammadiyah ternyata tidak memperoleh kemajuan apapun dalam hal ibadah (shalat) dia tetap belum menjalankan Ibadah (shalat). Ada tenaga medis tidak mau pengajian yang diselenggarakan oleh persyarikatan, karena hnya merasa terikat dengan PKU-nya sebagai tenaga para medis dan tidak merasa ‘terikat’ dengan Muhammadiyah. Ketua PWM Jawa Tengah (waktu Drs. Dahlan Rais) menceritakan di suatu PKU Muhammadiyah ada seorang Dokter tidak “ngeh” dengan istilah “Milad”. Yang ia tahu kata milad identik dengan sumbangan karena setiap Milad Muhammadiyah ia dimintai sumbangan. Kenyataan lain bahwa mayoritas karyawan Muhammadiyah tidak aktif di Persyarikatan adalah pil pahit yang harus kita terima dewasa ini.
Ganbaran keberadaan karyawan Muhammadiyah seperti di muka dapat diumpamakan layang-layang putus yang harus dikejar. Cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan kembali, harus dengan memperbanyak pengajian, pelatihan dan kursus-kursus. Jika mau jujur pengajian di AUM sangat rendah kuantitas dan kualitasnya. Pengajian sebulan sekali dengan topoik “ mangga kersa “ harus diakhiri. Pengajian Muhammadiyah kedepan haruslah terencana, terarah, berjenjang dan berkelanjutan serta memiliki tolak ukur keberhasilan. Yang menjadi pertanyaan ialah siapa atau lembaga apa di Muhammadiyah yang pantas diserahi tugas tersebut ? Bentuk kegiatan lain yang perlu disorong ialah menyelenggarakan palatihan sperti Darul arqam dan kegiatan lain yang sejenis. Hanya saja, perlu dikembangkan secara kreatif materi dan metode pelatihan itu sendiri agar tidak merasa monoton. Ambillah contoh, sebuah AUM mengadakan Darul Arqam bagi pimpinan setahun atau dua tahun sekali. Jika materi dan penyampaiannya sama, pasti akan membosankan karena pesertanya juga sama. Disini diperlukan terobosan baru materi refresing untuk menyegarkan kembali semangat bermuhammadiyah.
Tak kalah pentingnya dari semua itu ialah penyelenggara kursus-kursus bagi warga Muhammadiyah. Banyak warga persyarikatan yang ingin belajar/mendalami agama tetapi tidak tersantuni dengan baik. Akhirnya mereka belajar ke tempat lain yang memiliki faham keagamaan yang berbeda dengan Muhammadiyah. Akibatnya bisa ditebak sebagian lari dan tidak akan pernah kembali.
Pepatah jawa mengatakan “Jer Basuki Mawa Bea” artinya semua gagasan dan program tidak akan dapat terlaksana tanpa biaya yang menyertainya. Untuk itu, setiap AUM perlu didorong untuk mengalokasikan biaya pengajian, pelatihan, dan kursus dalam penyusunan Anggaran Pemasukan dan Belanja (APB) AUM. Berapa ? berkisar 2-3 % dari APB barangkali sudah cukup bagus untuk tahap awal.