Rabu, 07 Oktober 2009

Syari'at: KEWAJIBAN BERJUANG FI SABILILLAH

Oleh : Mukhdir, S.Ag*

“Pokok pangkal dari urusan ini adalah Islam, tiangnya adalah Shalat dan puncaknya yang tertinggi adalah Jihad”

Belakangan ini kata atau istilah Jihad begitu opuler, ramai jadi perbincangan orang. Jihad memang amalan yang agung bahkan menjadi pucak amalan tertinggi Islam sendiri, namun keagungan amalan tersebut ternoda oleh tangan sebagian umat Islam sendiri dengan menebar teror kekerasan dan intimidasi yang dianggapnya Jihad. Kasus kekerasan tersebut yag kemudian memicu sentiment negatif terhadap amalan jihad yang disyari’atkan Islam. Di sisi lain ada sebagian tokoh Islam yang mempunyai pemikiran pendapat mempreteli amalan jihad dari bangunan syari’at. Dengan berbagai alasan dan dalil-dalil yang dicari-cari, mereka menyempitkan arti jihad, sehingga tidak lebih dari sekedar istilah belaka.

Definisi Jihad
Al Jihad secara bahasa bermakna kesulitan, kesukaran, kepayahan. Jihad secara lafzhi berarti perjuangan, mencurahkan daya upaya. Dan menurut Istilah jihad adalah perjuangan untuk melakukan transformasi, baik dalam dataran individu maupun masyarakat. Sedangkan secara Syar’i bermakna
“Mencurahkan segala kemampuan untuk memerangi orang kafir atau musuh.”
KEWAJIBAN
BERJUANG FI SABILILLAHJihad mengandung makan bekerja dengan sunguh-sunguh sepenuh hati untuk menyeru menegakkan agama Allah dengan cara menghadapi yaitu memerangi musuh Allah baik yang tampak( kejahatan), maupun yang tidak tampak (syaitan/hawa nafsu). Dalam pandangan Islam, jihad diistilahkan dengan berjuang dan memperjuangkan demi tegakaknya agama Allah baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan jihad tertinggi adalah mengajak pada kebaikan dan menghilangkan serta mencegah kemungkaran.

Perintah dan Hukum Jihad
Sejak kenabian, jihad pertama kali dipakai setelah Nabi hijrah. Adapun Hukumnya masih banyak perselisishan yaitu apakah fardhu ‘ain atau kifayah. Pada zaman setelah Nabi hijrah ada pendapat bila diikuti Rosululah adalah fardhu ‘ain, tapi bila tidak maka hukumnya fardhu kifayah. Ada pendapat menjadi wajib ‘ain bila dipilih oleh Nabi Saw, walauun tidak meju ke medan peperangan. Pada masa setelah kenabian, pendapat yan mashur dikalangan ahlul ‘Ilmi adalah fardhu kifayah, kecuali jikaada keadaan mendesak, tiba-tiba ada musuh.
Jihad merupakan kewajiban atas setiap manusia sesuai dengan kemampuan masing-masing, sebagaimaa ditegaskan oleh Rosulullah saw yang artinya : Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu dengan lisannya, bila tidak mampu maka bencilah kemungkaran itui dengan hatiya, dan itulah merupakan selemah-lemah iman.
Sedangkan dalam Al Qur’an dijelaskan perintah jihad antara lain dalam Q.S. At Taubah ayat 41 yang artinya : Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringa atau berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Q.S. At Taubah : 73 artinya : hai nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-oran munafiq dan bersikap keraslah pada mereka. Q.S. Al Hajj : 78 yang artinya : Dan jihadlah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarya.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, sudah jelas bahwa berjihad hukumnya wajib. Kewajiban adakalanya dengan hati (benci kemungkaran), ada kalanya dengan lisan dan ada kalanya dengan tangan. Adapun dengan hati harus dilakukan setiap saat karena tidak akibat mudharatnya. Kita telah tahu bersama jihad termasuk anjuran maka dalam menjalankan jihad ini tidak boleh melampui batas apalagi apabila sampai madharat atau kerusakan yang timbul lebih besar dari maslahat. Dalam al qur’an disebutkan “ Dan perangilah di jalan allah oran-oran yan memerangi kamu, tapi janganlah kamu melampui batas, karena sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melamui batas”. Q.S. Al Baqarah : 190.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar